Monday, August 20, 2012

SPORTIVITAS



Olimpiade ke 30 tahun 2012 di London menghasilkan rekor-rekor baru dalam berbagai cabang olahraga dan juga pencapaian individual yang fantastis seperti yang dicapai oleh perenang Michael Phelps sebagai peraih medali olimpiade terbanyak sepanjang sejarah yaitu  total 22 medali yang terdiri atas 18 medali emas, 2 perak dan 2 perunggu.

Selain itu ada juga hal-hal yang tidak seharusnya terjadi dalam upaya menjadi yang terbaik sesuai dengan prinsip citius, altius, fortius (lebih cepat, lebih tinggi, lebih kuat) dimana dalam setiap pertandingan atau perlombaan, semua atlit diharapkan menjunjung tinggi sportivitas dalam upaya mereka menjadi juara.

Orang-orang yang heroik seperti John Stephen Akhwari mungkin tidak banyak jumlahnya. Pelari asal Tanzania tersebut bukan atlit peraih medali pada Olimpiade 1968. John bahkan adalah pelari terakhir yang memasuki garis finish lomba lari marathon karena dia mengalami kram dan terjatuh pada kilometer 19 lalu tertabrak sejumlah pelari lain sehingga terluka di beberapa bagian tubuh dan kaki. Bayangkan bagaimana dia tetap menyelesaikan sisa lomba yang masih 23 kilometer dan ketika ditanya mengapa dia tetap meneruskan lari walaupun kondisi fisiknya tidak memungkinkan,  dia menjawab bahwa negaranya tidak mengirimkan dia ke tempat yang 10,000 mil jauhnya hanya untuk memulai perlombaan tetapi dia dikirim untuk menyelesaikannya.

Namun yang terjadi dalam upaya untuk menjadi juara pada cabang bulutangkis di Olimpiade London 2012 tersebut bukan saja sangat jauh dari semangat yang telah ditunjukkan oleh John Stephen Akhwari tetapi bahkan telah mencederai prinsip sportivitas.

Salah satu ciri sportivitas adalah sikap lapang dada dalam menerima kekalahan dan mengakui keunggulan lawan, yang didasari oleh sifat jujur, disiplin, mengikuti ketentuan dan peraturan yang ada dan ksatria dalam perlombaan atau pertandingan


Apa yang dilakukan oleh beberapa atlit dalam beberapa pertandingan pada cabang bulutangkis yang dengan sengaja ‘mengalah’ kepada lawan memperlihatkan perilaku yang tidak memiliki sportivitas. Langkah yang dilakukan dalam upaya untuk menghindari pertandingan dengan rekan senegara pada babak berikutnya tersebut yaitu dimana para atlit tersebut dengan sengaja melakukan kesalahan-kesalahan agar kalah dalam pertandingan sungguh telah melanggar prinsip olimpiade maupun olahraga secara umum.

Mungkin saja para atlit tersebut hanya menjalankan strategi yang diarahkan oleh para ofisial atau bahkan pelatih mereka. Akan ada juga yang mungkin beralasan bahwa sistem pertandingan yang menciptakan situasi dan memberikan peluang untuk melakukan segala cara demi mendapatkan kemenangan namun mengabaikan sportivitas.

Apakah sistem pertandingan memang memberikan peluang dan godaan untuk melakukan tindakan yang melecehkan prinsip sportivitas atau tidak, semua akan kembali kepada diri para atlit dan juga pelatih serta pengurus yang tentunya harus tetap bisa mempertahankan sifat jujur dan kesatria serta mengikuti ketentuan/peraturan yang ada.

Kalah secara terhormat jauh lebih bermakna dibandingkan menang dengan kecurangan.

Sportivitas juga bukan hanya sebuah keharusan dalam bidang olahraga tetapi juga sebuah sikap dan perilaku yang diperlukan dalam seluruh aspek kehidupan lainnya.

No comments: