Sunday, January 29, 2012

Balon


We have a life time to work,
but our children are only young once.

“Popo, jadi belikan aku balon di samping Gereja ya” terdengar suara polos anak kecil penuh harap. Saya menengok ke arah suara tersebut. Seorang anak berusia sekitar 4 thn yang merajuk pada seorang wanita paruh baya yang kemungkinan besar adalah neneknya. “Di rumah kan sudah ada yang dibeli minggu lalu,” jawab seorang wanita muda lain yang ternyata adalah ibunya. Saya meneruskan berjalan namun kemudian dari dalam mobil di tempat parkir, saya melihat sang anak yang kebetulan lewat di samping mobil kami, dia tersenyum gembira sambil membawa dan memandangi balonnya.
Saya teringat pengalaman pribadi ketika anak-anak kami masih balita yang juga seperti kebanyakan anak-anak pada umumnya menyukai balon beraneka warna. Di suatu akhir pekan, baru saja tiba di tempat parkir sebuah tempat wisata, anak pertama kami minta dibelikan balon yang banyak ditawarkan oleh pedagang-pedagang mainan. Otomatis anak kedua yang hanya beda usia 1 tahun minta dibelikan juga. Isteri saya sudah akan menawar ketika saya katakan untuk membeli nanti saja saat akan pulang karena saya membayangkan seperti biasa setelah 1 atau 2 jam senang dengan balon2 tersebut, kami-lah yang kemudian akan membawa balon-balon tersebut kesana kemari J.
Anak-anak kami tentu kecewa namun mereka bukan anak-anak yang suka menangis dan merengek bila keinginan mereka tidak dipenuhi. Terkadang anak pertama kami memang tidak mau beranjak pergi dari tempatnya sebelum dibelikan sesuatu yang dia inginkan. Namun dengan iming-iming dan terkadang dengan paksaan disertai ancaman akan meninggalkannya, kami biasanya ‘berhasil’ menunda permintaannya. Ketika sore hari dan waktunya untuk pulang, anak pertama kami begitu semangat menggandeng tangan saya dan ketika saya bertanya apa dia tidak lelah setelah seharian bermain, dia menjawab tidak sambil terus tersenyum. Namun ketika hampir tiba di pelataran parkir, anak kami mendadak menghentikan langkahnya dan  dia menengok ke sana kemari. Rupanya dia sedang mencari-cari para penjual balon yang pagi tadi ada banyak di sana. “Papa, tukang balonnya dimana? Koq ga ada?” Matanya berkaca-kaca dan air matanya mulai mengalir menuruni pipinya. Bukan hanya sekali dua kali kejadian serupa terjadi karena alasan kepraktisan maupun karena kesibukan kami berdua ketika itu dalam mengejar karir.
Saya bukan ingin membenarkan tindakan nenek sang anak di Gereja tadi pagi, yang sering oleh pasangan2 muda dianggap memanjakan anak. Memang perlu untuk menanamkan pengertian kepada anak-anak namun pikirkanlah bahwa kita memiliki waktu banyak sepanjang hidup kita untuk bekerja, namun masa kanak-kanak hanya dilewati sekali saja.
Tahun 1998 ketika dua dari tiga anak-anak kami memasuki usia awal remaja, isteri saya memutuskan untuk menjadi ibu rumah tangga dan memberikan hampir seluruh waktunya untuk pendidikan anak-anak dan keluarga. Hasilnya tidak main-main karena anak-anak kami tersebut bukan saja mendapat nilai-nilai akademis yang mengagumkan dan mendapatkan beasiswa serta kemudian berhasil dalam menekuni karir mereka masing-masing, tetapi juga mereka adalah anak-anak yang pantas kami banggakan dalam hal sosial dan spiritual.
Kita semua maklum bahwa banyak sekali tantangan dan perubahan baik fisiologis dan terutama psikologis ketika seorang anak memasuki usia remaja dan/atau dewasa muda. Sehingga bukan saja kita hanya menjadi parents (orang tua) tetapi terlebih juga harus menyediakan waktu untuk menjadi partners (rekan-rekan) mereka.

Mari siapkan diri kita menjadi orang tua yang bisa membimbing anak-anak kita dengan benar.


Santa Monika, BSD
29.01.2012

Wednesday, January 25, 2012

Is It Time to Hit The Reset Button?

A question was raised by one participant in the afternoon session when we had a syndicate discussion of the leadership and management coaching program. The question was about the role of a leader in tackling mistakes and crisis handling. She also said that in most training classes and workshops that she had attended, a lot of presentation materials and examples about how to be a successful leader, about motivating employees, goal-setting, empowerment,  were discussed but not so much on what to do when something goes wrong. So,when we have failure which sometime will eventually happen, what should we do?

Failures and mistakes in the workplace that were part of the common business process or of the problem-solving process are actually the consequences of inadequate skills of the workers and/or lack of control by those in charge. Many mistakes in the workplace are often associated with negligence. People make mistakes because it's the nature of being human. Certainly the mistakes caused by carelessness should be treated differently than those that occur as the team tries to try new things. But how do we recognize and hence set a system to avoid the same bad decision from occuring in the future that might cause similar or more serious mistakes and failures? Do we just hit the reset button and then move on?

Learning from other people and our own mistakes and/or experience, needs a consistent approach that can be integrated into the operational management system. In the company that I worked for in the mid nineties until 2004, these are steps that were successfully applied in handling failures and mistakes caused by bad management decision and  I think still can be used as guidelines:

  1. Call a meeting for sharing the lessons-learned. We might want to name it just a regular review meeting but make sure that we have it.
  2. Share with the team the facts and what has been learned.
  3. Always create an environment that encourages the team involved and for other employees to have an understanding of what had happened and to have a real deep learning.
  4. Please make sure that the learning process is not just a one-time activity. The learning process should be on an ongoing basis.

It is a tendency in many companies to formalize the learning process into a project based activity. Although a formal learning process should be encouraged, it will be important to keep the process of learning  simple and participated by as many employees as possible.

There was no single reason why a bad management decision is not disclosed.  In addition, many other factors must be cited as possible reasons for failures in the brainstorming session as it is very seldom failures and/or mistakes caused only by a single reason.
Winston Churchill was once said that all men make mistakes, but only wise men learn from their mistakes. Whatever the reasons, get rid of wrong failed initiatives is very important and don’t hesitate to hit that reset button when it is deemed necessary.

Tuesday, January 17, 2012

Peluang

Apakah hiruk pikuk tentang mobil merek ESEMKA yang dibuat oleh murid-murid SMK di Solo menyadarkan kita kembali tentang peluang pasar yang akan menjadi pendorong dan dasar tindakan-tindakan yang akan kita lakukan?

Setiap perusahaan yang ingin berhasil dan bertahan dalam persaingan yang semakin tajam di pasar perlu menyadari bahwa ukuran utama dari sukses adalah kepuasan pelanggan dan tentunya nilai bagi para pemegang saham. Dengan fokus kepada produktivitas, berpikir dan bertindak berdasarkan urgensi dan bekerja secara team saja saat ini tidaklah memadai dalam persaingan yang semakin ketat di pasar. Diperlukan sebuah visi strategik untuk dapat meraih kesuksesan.

Apakah diperlukan perubahan dramatis dalam menyikapi perubahan dalam pasar? Atau hanya dengan menata ulang proses-proses yang ada? Apabila perusahaan sudah menjadi besar, seringkali yang menjadi persoalan adalah kelebihan beban karena struktur organisasi dan/atau pertumbuhan bisnis tidak cukup pesat, yang sering kali diakibatkan oleh kurangnya inovasi dalam produk maupun layanan baru. Ungkapan dari Lou Gerstner yaitu “who says elephants can’t dance?” bisa menjadi sebuah titik balik dari penurunan kinerja perusahaan besar dan sudah berkiprah begitu lama di pasar. Dan hanya ada satu cara memulainya adalah dengan memahami peta persaingan dan melihat atau bahkan menciptakan peluang di pasar.

Namun banyak perusahaan yang sudah mapan terperangkap dalam pemikiran, budaya dan perilaku yang sudah kurang sesuai dengan perkembangan zaman. Sebagai akibatnya perusahaan menjadi terseok-seok menghadapi pemain-pemain baru yang relatif lebih dinamis dalam mengembangkan usaha mereka. Untuk menghadapi persaingan di pasar, terutama perusahaan keluarga sering mengalami tantangan dalam upaya mereka mengkolaborasikan manajemen profesional dengan budaya perusahaan yang sudah terbentuk sejak perusahaan didirikan.

Budaya perusahaan tidak dapat dipungkiri merupakan suatu kekuatan yang dapat mendorong produktivitas dan profitabilitas perusahaan, namun pada saat yang bersamaan juga dapat menjadi halangan atau bahkan penyebab menurunnya kinerja perusahaan. Budaya perusahaan tidak bisa dilihat tapi bisa dirasakan dan secara fundamental akan menentukan kinerja dan eksistensi perusahaan. Manifestasinya beragam mulai dari cara pandang, atmosfir kerja, sistem, interaksi antar individu dan/atau kelompok, hubungan antara atasan dengan bawahan hingga pola pembuatan keputusan. Budaya perusahaan juga akan menentukan apakah komunikasi dilakukan terbuka atau tertutup. Budaya perusahaan selain terbentuk melalui suatu rentang waktu juga akan sangat tergantung pada tatanan nilai-nilai yang dipergunakan dalam penentuan visi dan misi perusahaan.

Manajemen yang berbasiskan kompetensi tentu sangat diperlukan dalam menghadapi perkembangan pasar dan memungkinkan apa yang diyakini oleh Lou Gerstner ketika membenahi IBM yang ketika itu memang memiliki julukan si Raksasa Biru. Pemahaman tidak saja pada core values tetapi juga pada core purposes perusahaan menjadi sangat penting.

Kita belum bisa memastikan masa depan dari mobil Esemka karena ada beberapa faktor teknis maupun non teknis yang akan menjadi tantangan. Namun demikian ada beberapa hal yang dapat kita petik dari perkembangan perusahaan tersebut mulai dari sosok pendirinya yaitu bahwa beliau memainkan peran sebagai pemimpin dan bukan pengelola, selalu mencari akses informasi, memberikan inspirasi dibandingkan perintah dan mengawasi, meminimalkan birokrasi, menggali ide dan potensi dari seluruh karyawan yang mayoritas adalah lulusan dan/atau pelajar SMK, bergerak cepat dan berorientasi kepada aksi/tindakan, serta tentunya melihat atau bahkan lebih tepat dikatakan sebagai menciptakan peluang di pasar yang sudah demikian sesak dengan produk-produk dengan merek-merek yang sudah sangat mapan di pasar.
Jadi apa hubungannya budaya perusahaan dengan peluang di pasar? Dengan membentuk keyakinan dasar bahwa kita berupaya mencapai yang terbaik dalam melakukan segala kegiatan, memberikan kualitas pelayanan pelanggan yang superior, respek pada setiap individu, menurut Lou Gerstner “budaya bukan hanya salah satu aspek dari kesuksesan perusahaan. Budaya adalah kesuksesan itu sendiri”.

Mungkin perusahaan kita sudah termasuk dalam kelompok yang terbesar namun untuk dapat terus mempertahankan posisi atau bahkan lebih berkembang lagi, akan tetap harus mengacu kepada pemikiran seperti di awal pendirian setiap perusahaan yang berhasil yaitu berpikir besar, kemudian segera mulai dengan langkah-langkah kecil, namun dengan bergegas untuk mendapatkan peluang di pasar.

Tuesday, January 3, 2012

A Change in Direction?


It was just the mid of the third day of the new year when I overheard a statement of a man who sat at the table next to where I sat during lunch time today. He told his three colleagues there, that due to circumstances - it seems the direction, goals and plans that they have just set a few weeks ago will need to be totally changed! He added that they really and urgently need to consider the change required to their direction. They then had lot of what-ifs arguments, debates and deliberations. I do not know what they eventually decided because first of all, that I was only by chance overheard  the conversation 0 :-) and secondly I had to leave for another commitment to be fulfilled :-).
Quite often something unexpected and beyond our control may occur. It could force us to alter a bit the nature of what we're doing. But some other time, even worst because it might leaves us no other option but to instigate a change in direction. What should we do?
Various competencies and skills are indeed necessary for a successful implementation or execution of the plan of actions we set to achieve our goals. However, it depends also on many external factors that can get in the way between us and our goals, making the execution far from a smooth one. It is very important to remain flexible when we face roadblocks or even when we may have had to change our direction. When the business climate is volatile and changes happen in the market, it's crucial for organizations to remain agile enough to adjust what they are doing to accommodate the changes.
Changes in direction when circumstances change doesn’t mean neither that we have not been considerate enough in the planning process nor a complete failure. Even many big companies experienced setbacks. A couple of years ago, the mini thumb sized hard-disk-drive developed by one of the big names in the electronic industry was forced to history only just months after its introduction to the market because of the new more convenient flash drives were invented.


Be flexible and adaptive to adjust our direction when we are facing circumstances that really make obsolete what we have been carefully planned.  A decision in making strategic changes and/or adjustments that change the direction of our organizations could lead to a more successful new beginning and opportunities, if we have dogged determination and focus in what we and our team are doing.

Monday, January 2, 2012

SETETES DARAH UNTUK KEHIDUPAN


Sebagai informasi, jumlah persediaan darah di PMI hanya sekitar 60 persen dari jumlah idealnya. Ada banyak nyawa yang tidak tertolong karena jumlah darah yang tersedia belum bisa memenuhi kebutuhan.
Donor darah merupakan aksi kemanusiaan yang mulia karena dapat menyelamatkan hidup orang-orang yang membutuhkan. Selain bermanfaat untuk sesama, mendonorkan darah secara rutin 3 bulan sekali dapat lebih menyehatkan tubuh kita.
Ada anggapan bahwa mendonorkan darah akan membuat tubuh menjadi lebih gemuk padahal sesungguhnya tidak ada korelasi antara donor darah dengan kegemukan. Meskipun donor darah dilakukan rutin, tidak akan mengubah metabolisme dan jam biologis tubuh.
Dengan mendonorkan darah, ada sejumlah manfaat yang bisa didapatkan tubuh antara lain menjaga kesehatan jantung dan menstimulasi regenerasi sel darah baru selain juga kadar zat besi yang cukup tinggi dalam darah bisa menimbulkan oksidasi kolesterol yang akan menumpuk pada dinding arteri yang akan membuat seseorang menjadi rentan terhadap penyakit jantung. Saat seseorang teratur mendonorkan darah, jumlah zat besi dalam darah bisa menjadi lebih stabil. Donor darah juga bisa merangsang produksi sel darah baru karena saat jumlah darah dalam tubuh berkurang, tubuh akan segera memproduksi sel darah merah baru.
Bila anda berusia antara 17 tahun hingga 60 tahun dan bertubuh sehat serta berat badan minimal 45kg, jadilah pendonor darah. Sebagai bentuk kepedulian terhadap sesama, kami mengajak Anda untuk berpartisipasi dalam aksi donor darah dengan meluangkan waktu hanya sekitar 10 menit untuk mendonorkan darah selain untuk kesehatan, Anda telah berperan dalam menyelamatkan nyawa orang lain saat mereka membutuhkan.
Inilah momen yang tepat untuk Anda berbagi melalui kesediaan Anda dalam mendonorkan darah.
Pe

Sunday, January 1, 2012

Apa Yang Bisa Membuat Kita Bahagia?

Kebanyakan orang mencari dan mengaitkan kebahagiaan dengan hal-hal seperti memiliki rumah yang lebih besar, uang yang lebih banyak dan berbagai keinginan lainnya. Hal tersebut tentu sah-sah saja tetapi betapa banyak orang-orang yang sudah memiliki segalanya namun mereka tidak merasa bahagia. Sadarkah kita bahwa kebahagiaan tidak perlu terkait dengan hal-hal tersebut dan sesungguhnya ada dalam pikiran kita? Pernahkah kita coba memahami arti kebahagiaan sesungguhnya bagi diri sendiri. Tentu saja ada rasa senang ketika kita bisa mendapatkan sesuatu yang kita harapkan atau terlepas dari suatu masalah tetapi apakah rasa senang ekuivalen dengan kebahagiaan?
Ketika saya mengunjungi tempat-tempat kumuh yang mungkin tidak pernah saya dan anda bayangkan untuk tinggal di tempat-tempat semacam itu, saya sering bertemu dengan orang-orang di sana yang bukan hanya tersenyum tetapi bahkan mereka bersyukur dan mengungkapkan kebahagiaan dari dalam diri mereka lewat ucapan dan sinar mata mereka.
Ketika kita melakukan suatu kebaikan bagi orang lain seperti misalnya memberikan hadiah yang tidak diduga pada seseorang, membantu orang-orang yang belum kita kenal sebelumnya – apakah kita merasakan sesuatu? Apakah perasaan itu yang dapat kita sebut kebahagiaan? Ketika kita melakukan hal-hal baik berulang-ulang, ketika kita tidak mementingkan diri sendiri, apakah pasti kita akan mendapatkan kebahagiaan? Apakah orang-orang yang menerima kebaikan dari kita dapat menjadi bahagia? Bukankah kebahagiaan itu ada dalam diri masing-masing?
Kita tidak perlu kuatir tentang hal tersebut tetapi teruslah untuk berbuat kebaikan dan kita akan menemukan kebahagiaan dalam pikiran kita. Bila ada keinginan untuk berbagi dengan sesama, lakukanlah. Hal tersebut akan menimbulkan kebahagiaan dalam pikiran kita. Bila kita murah hati, maka kebahagiaan adalah sisi lain dari mata uang yang sama. Kebahagiaan tercipta dalam pikiran kita melalui sikap murah hati. Sebuah studi yang dilakukan untuk melihat hubungan antara filantropi dan kebahagiaan menunjukkan bahwa orang-orang dapat merasakan kebahagiaan ketika mereka mengeluarkan uang untuk membeli hadiah-hadiah atau memberikannya sebagai sumbangan sosial. Jadi apa artinya? Kebahagiaan muncul dari apa yang kita berikan dan saya memiliki banyak teman yang selalu memancarkan ketulusan dan kebahagiaan lewat sinar mata dan bahasa tubuh mereka manakala mereka melakukan sesuatu kebaikan bagi orang-orang lain.
Kebahagiaan sejati selalu ada dalam pikiran kita sendiri dan tidak akan pernah bisa kita dapatkan dimanapun di luar sana. Bila kita sudah bisa memahami, kebahagiaan yang sejati akan selalu ada dalam pikiran kita kemanapun kita pergi. Jalan menuju kebahagiaan sejati sesungguhnya sangat dekat karena ada dalam pikiran kita sendiri dan dalam hitungan mili detik bisa kita merasakannya. Coba kita pikirkan manakah yang lebih membahagiakan kita antara memberikan ucapan selamat kepada orang-orang lain seperti misalnya di awal tahun baru ini, dibandingkan dengan menerima ucapan dari orang-orang lain. Bila kita ingin sungguh merasakan kebahagiaan, pilihlah untuk lebih bahagia mengucapkan selamat kepada orang-orang lain.

Selamat Tahun Baru 2012 dan semoga Tuhan selalu memberkati kita semua.