Friday, November 11, 2011

W U Lan


Dalam acara peluncuran buku seorang teman hari ini, saya diperkenalkan dengan seorang ibu berusia 68 tahun yang ternyata adalah tante dari seorang teman baik saya sejak sekolah menengah pertama. Perbincangan sekitar 20 menit dengannya tersebut telah memberikan perspektif tentang sikap dan perlakuan yang seharusnya kita miliki terhadap anggota keluarga kita sendiri.
Ada 2 kekeliruan yang sering kita lakukan tanpa kita sadari dalam menerapkan sikap dan perlakuan kita terhadap anggota keluarga kita:
Kekeliruan pertama adalah ketika kita mencoba mendidik anak-anak kita dengan mempergunakan pola seperti yang kita alami dari orang tua kita ketika kita masih anak-anak. Padahal mungkin sudah sering kita mendengar bahwa pola atau metode pendidikan yang tepat untuk anak-anak adalah yang sesuai dengan zaman mereka, bukan zaman ketika kita masih anak-anak. Tentu saja tetap ada nilai-nilai luhur yang perlu dipertahankan namun ada nilai-nilai yang berubah seiring perkembangan zaman.
Kekeliruan kedua adalah ketika kita bersikap terhadap orang tua kita. Dan perlu kita sadari dalam hal ini bahwa kita belum pernah tua sehingga memang tidak ada pengalaman apapun bagaimana perlakuan dan sikap yang diharapkan oleh orang-orang yang sudah tua.
Ketika topik pembicaraan mengalir mengenai panti wulan (warga usia lanjut) atau biasa disebut panti wreda atau bahkan sering disebut (maaf) panti jompo, penulis dan juga seorang teman lain mengatakan bahwa adalah tidak selayaknya sebagai anak-anak yang telah dilahirkan dan dibesarkan mengirimkan orang tua kita ke panti wreda yang walaupun ada panti yang mematok biaya sebesar 13 juta Rupiah perbulan. Namun ibu tersebut dengan kebijaksanaan orang seumurnya menjelaskan bahwa tidak semua anak yang mengirimkan orang tua mereka ke panti wreda karena mereka tidak lagi menyayangi dan menghormati orang tua mereka. Ada banyak hal lain yang perlu menjadi pertimbangan karena manusia adalah makhluk sosial dan membutuhkan interaksi dengan manusia lainnya. Rasa kesepian karena selalu sendirian terutama untuk warga lanjut usia yang sudah tidak memiliki pasangan hidup mereka sering sekali menjadi penyebab dari menurunnya secara drastis kualitas hidup mereka walaupun masih tinggal serumah atau dekat dengan tempat tinggal anak-anak mereka karena kurangnya perhatian dari anak-anak mereka dikarenakan kesibukan dalam mengurus usaha dan/atau pekerjaan atau dalam mengurus rumah tangga bagi yang juga telah berkeluarga. Menurut beliau, panti wreda yang memang dikelola dengan baik akan merupakan sebuah alternatif yang layak dipertimbangkan.
Namun beliau juga menambahkan bahwa perlakuan dan sikap yang seharusnya kita miliki dan diharapkan oleh orang tua kita adalah dengan mendengarkan pendapat orang tua kita karena ada dari mereka yang mungkin saja memilih untuk tinggal di panti wreda dibandingkan hidup kesepian sepanjang hari di rumah sendiri. Tentu saja akan tidak mudah menerima permintaan dari orang tua kita yang memilih untuk tinggal di panti wreda, karena akan ada saja yang beranggapan bahwa kita telah menjadi anak yang durhaka kepada orang tua.
Ada sebuah kisah yang mungkin bisa menjadi renungan yaitu dalam sebuah kunjungan ke salah satu panti wreda, ketika tiba acara makan siang bersama karena ada salah seorang lanjut usia yang sedang sakit sehingga perlu dibantu disuapkan makanan. Orang tua tersebut menangis dan mengatakan bahwa anak-anaknya saja tidak pernah ada yang menyuapi dia makanan ketika dia sakit seperti waktu itu. Yang menyuapkan makanan dan sebagian besar lainnya juga kemudian menangis karena menyadari bahwa mereka juga belum pernah memperlakukan orang tuanya sendiri seperti yang dikatakan oleh orang tua tersebut.
Cerita yang lain justeru dari seorang lagi teman baik sejak sekolah menengah atas yang hari ini juga sedang merayakan hari ulang tahun ke 81 dari ibunya tercinta. Ibunya masih tinggal serumah dengannya dan tentu bisa dibayangkan kebahagiaan beliau mempunyai anak dan menantu yang ditengah segala kesibukan mengurus berbagai bisnis mereka masih selalu memperhatikan orang tua dan mertua mereka dengan sangat telaten.
Bagaimana dengan pilihan kita?


Bumi Serpong Damai
11.11.11

Monday, November 7, 2011

3 Pohon Durian


Apakah yang terlintas dalam pikiran anda ketika ada tetangga yang datang memberitahukan bahwa anak mereka mengalami kecelakaan lalu lintas dan perlu segera dioperasi sehingga mereka perlu bantuan pinjaman uang untuk membayar biaya rumah sakit?

Jika anda pada saat tersebut memang memiliki uang yang dibutuhkan oleh tetangga tersebut namun anda mungkin memiliki rencana penggunaan uang tersebut untuk hal yang lain, apakah anda akan serta merta mengiyakan permintaan tolong dari tetangga anda tersebut?

Kisah ini adalah sebuah kejadian nyata yang terjadi pada tahun 2003 dan dialami oleh suami isteri yang keduanya adalah teman penulis sejak SMA. Mereka berdua sejak tahun 1998 atau sekitar 13 tahun lalu pindah dari Jakarta untuk mengabdikan diri mereka melayani para pecandu narkotika yang mengikuti program rehabilitasi di tempat tinggal mereka yang baru di desa Cepoko, Gunung Pati, Jawa Tengah. Papi dan Mami, begitu mereka biasa dipanggil oleh para pecandu yang sedang mengikuti program rehabilitasi di Rumah Damai tersebut.


Pagi hari itu kami berdua berdiri di halaman depan sambil melihat 3 pohon durian yang berdiri berjajar di tanah tetangga sebelah yang sedang banyak buahnya karena memang sudah mulai masuk musimnya. Teman saya menceritakan kembali bahwa di tahun 2003 tersebut mereka mendapatkan persembahan sebesar 10 juta Rupiah yang belum dia pikirkan untuk apa penggunaannya dan keesokan harinya tetangga mereka datang meminta bantuan pinjaman sebesar 7 juta Rupiah karena anaknya mengalami kecelakaan lalu lintas dan koma. Walaupun teman saya menduga bahwa besar kemungkinan tetangganya itu tidak akan bisa mengembalikan pinjaman tersebut namun dia memberikan uang sebesar 7 juta Rupiah yang diperlukan oleh tetangganya itu.  3 hari kemudian tetangganya kembali datang untuk meminjam lagi sebesar 3 juta Rupiah untuk membayar seluruh biaya rumah sakit sehingga dapat membawa pulang anaknya yang karena Kemurahan Tuhan berhasil diselamatkan walaupun sebelumnya sudah sempat dalam keadaan koma. Teman saya tersebut memberikan sisa uang 3 juta Rupiah tersebut kepada tetangganya.
Keesokan harinya tetangga tersebut datang dan mengatakan bahwa mereka tidak sanggup membayar hutang sebesar Rp.10 juta tersebut namun mereka akan membayarnya dengan tanah. Teman saya langsung memilih tanah yang bersebelahan dengan pekarangan dimana ada tumbuh 3 pohon durian dan berpikir bahwa hal tersebut tentu akan menguntungkan. Namun ketika hal tersebut disampaikan pada isterinya setibanya kembali di rumah ternyata isterinya mengatakan "kamu tolong tapi kamu rampok karena mereka selama ini hidup dari hasil pohon-pohon tersebut setiap tahun dan sekarang kamu ambil." Teman saya tersebut menyadari kekhilafannya dan kemudian menemui tetangga mereka lalu meminta maaf serta mengatakan bahwa dia tidak jadi mengambil bidang tanah yang ada pohon-pohon durian tersebut. Teman saya mengatakan bagaimana dia masih ingat dengan jelas bagaimana senyum terpancar dari wajah-wajah keluarga tersebut. Kemudian tetangganya menawarkan tanah mereka yang berada di bagian belakang dan teman saya menyetujui. Di tempat tersebut sekarang sudah berdiri ruang doa dan tetangga mereka masih memiliki pohon-pohon durian tersebut.

Tahun ini seperti yang kami lihat di pagi hari tersebut, pohon-pohon durian tersebut berbuah lebat sekali yang tentunya akan memberikan tetangganya tersebut mendapatkan cukup uang untuk kehidupan mereka hingga 1 tahun ke depan.


Mungkin kita semua juga akan punya pemikiran yang sama seperti teman saya tersebut ketika ada orang yang berhutang kepada kita membayar dengan tanah tentunya ingin mendapatkan yang terbaik buat kita. Namun sungguh sebuah anugrah memiliki pasangan hidup yang dapat mengingatkan kita bahwa tidak semua pertolongan harus ada perhitungan seperti yang biasa ada dalam dunia bisnis. Sebuah kebijaksanaan dalam pemikiran berlandaskan kasih yang melampaui logika umum yang biasa kita pergunakan dalam soal uang dan harta benda.


Desa Cepoko, Gunung Pati, Jawa Tengah
28 Oktober 2011