Saya banyak bertemu dengan
pimpinan-pimpinan perusahaan yang sukses dan salah satu ciri menonjol dari
mereka adalah bahwa mereka lebih banyak
mendengarkan daripada berbicara.
Pagi ini
Gereja kami kedatangan pastor Valentinus Pardi dari Wonogiri. Ketika Pastor
Pardi memberikan homili, beliau memanggil seorang anak bernama Rio untuk naik
ke altar. Sepintas tidak ada yang nampak
beda dari anak-anak lain sebayanya dalam hal fisik. Namun ketika percakapan
dimulai, barulah kami yang hadir menjadi lebih menyadari bahwa mendengarkan ucapan lisan seorang tuna rungu merupakan
sebuah tantangan tersendiri.
Rio membacakan sebuah puisi dan
walaupun saya sudah berupaya menyimak di tengah suasana ruang Gereja yang
dipenuhi umat namun menjadi demikian heningnya, tetapi ternyata saya sangat kesulitan
untuk dapat memahami setiap kata dari puisi yang dibacakan. :-(
Seringkali juga manakala kita hadir
dalam pertemuan dan ada topik yang dibicarakan, kita tidak mendengarkan melainkan berbicara tentang hal-hal lain dengan orang-orang di kanan kiri kita atau kita sibuk
sendiri dengan pikiran kita. Atau walaupun secara fisik
hadir namun kita
malahan sibuk dengan e-mail, blackberry
messenger atau sms dan tidak mendengarkan.
Dalam banyak seminar juga sering
terdapat orang-orang yang mengajukan pertanyaan-pertanyaan umum yang melenceng
keluar dari topik pembicaraan seminar. Pertanyaan-pertanyaan tersebut yang
umumnya diawali dengan pernyataan-pernyataan pendapat panjang lebar sehingga
moderator seringkali terpaksa mengingatkan untuk langsung kepada pertanyaan
yang akan diajukan, sepertinya juga sudah
disiapkan sejak sebelum tiba di tempat seminar. Jadi sebenarnya mereka datang untuk mendengarkan atau didengarkan?
Dapat
mendengar adalah sebuah karunia Tuhan. Helen
Keller mengatakan: “It would be a
blessing if each person could be blind and deaf for a few days during his or
her grown-up life. It would make them see and appreciate their ability to
experience the joy of sound”
Namun mendengarkan membutuhkan lebih dari mendengar. Dibutuhkan sikap yang bersedia memberikan ruang
bagi pendapat yang mungkin berbeda dengan kita. Bukan hanya mengharapkan apa
yang memang ingin kita dengar.
Mendengarkan memerlukan kesadaran, kesabaran dan juga
latihan.
No comments:
Post a Comment