Ketika saya memulai karir
pada tahun 1980, merupakan suatu keadaan yang biasa didapati dalam manajemen
perusahaan dimana semakin tinggi jabatan yang dimiliki seseorang, maka
kemungkinan besar usia orang tersebut juga sudah tidak muda lagi. Pada masa tersebut umum didapati pada
perusahaan-perusahan bahwa usia para anggota direksi lebih tua dibandingkan orang-orang
dalam tingkatan manajemen di bawah mereka.
Tahun 1996 ketika bergabung sebagai
CFO di salah satu perusahaan multinasional yang beroperasi di Indonesia, saat
itu saya berusia 35 tahun dan merupakan anggota termuda dari 8 orang yang
merupakan Management Committee perusahaan. Beda usia antara saya dengan
rekan-rekan adalah antara 5 hingga 17 tahun.
Sejak sepuluh tahun
belakangan ini, usia dari mereka yang menjabat sebagai direksi perusahaan
semakin muda dan fenomena umum yang sering didapati
sangat berbeda pada era sekarang ini dibandingkan masa-masa sebelumnya adalah
bahwa usia
yang jauh lebih tua belum tentu berarti memiliki jabatan yang lebih tinggi. Bahkan pada tingkat dewan komisaris,
dewan direksi atau manajemen puncak perusahaan bisa saja terdapat perbedaan usia
yang cukup mencolok antara satu posisi dengan posisi lainnya dengan adanya perbedaan generasi.
Orang-orang dalam generasi yang sama saja
bisa jadi memiliki beragam sikap, perilaku, motivasi, kebiasaan kerja dan
ekspektasi. Sehingga apabila ada perbedaan generasi tentu diperlukan
upaya-upaya pemahaman yang lebih baik
antar pihak mengenai generasi masing-masing agar bisa bekerjasama dengan baik.
Adanya perbedaan-perbedaan
dalam cara berkomunikasi, dimana sebagai contoh generasi yang lebih
tua masih terbiasa dengan phone-book sedangkan generasi yang lebih muda sudah lebih terbiasa
dengan facebook, akan sangat perlu diperhatikan agar tidak menjadi perbedaan yang semakin
lebar yang dapat berujung pada miskomunikasi
atau bahkan konflik.
Beberapa hari yang lalu saya
memberikan presentasi kepada dewan
direksi dan manajemen puncak sebuah perusahaan dimana presiden direktur berusia
35 tahun, direktur keuangan berusia sekitar 50 tahunan, direktur pemasaran 46
tahun dan manajer IT baru berusia 28 tahun. Perbedaan dalam hal gaya dan cara-cara
berkomunikasi di antara mereka terlihat sangat kontras. Bukan saja masing-masing
mempergunakan perangkat kerja yang berbeda
mulai dari lap-top computer yang memang sudah umum dipergunakan, iPad, tablet,
hingga bahkan jam tangan yang terhubung lewat blue-tooth yang dapat menampilkan
pesan dan surat elektronik yang masuk, tetapi masing-masing dari mereka juga mempergunakan
media
komunikasi sosial serta perspektif atau sudut pandang yang berbeda. Mungkin dalam waktu tidak
lama lagi akan banyak orang-orang mempergunakan jam tangan yang dapat
menampilkan berbagai pesan singkat dan surat elektronik tersebut atau bahkan mempergunakan
kaca mata yang sekaligus dapat menampilkan berbagai informasi.
Setiap
generasi tentu akan memiliki ciri-ciri yang berbeda. Generasi
yang dilahirkan hingga awal tahun 1960-an yang sering juga disebut baby boomers tentu
akan memiliki perbedaan-perbedaan dalam berbagai aspek kehidupan dengan mereka
yang dilahirkan antara akhir tahun 1960-an hingga awal tahun 1980-an atau generasi X, misalnya
dalam hal etos
kerja, pemilihan lingkungan
kerja, penggunaan teknologi, dan bahkan dalam hal sumber motivasi.
Pada
beberapa dekade yang lalu akan lebih mudah menebak posisi seseorang dalam
sekelompok eksekutif perusahaan dari usia mereka. Umumnya
semakin tinggi jabatan dalam hirarki perusahaan akan berkorelasi langsung dengan
usia si pemangku jabatan sehingga yang biasa menjadi mentor adalah mereka
yang sudah memiliki pengalaman kerja lebih banyak dan umumnya juga memiliki
jabatan yang lebih tinggi. Saat sekarang ini bisa saja didapati para
eksekutif perusahaan maupun dalam organisasi sosial yang memiliki jabatan lebih tinggi
walaupun usia mereka jauh lebih muda. Bahkan
dalam dunia korporasi saat ini juga sudah banyak generasi berikut yang diberi
label generasi
Y
atau generasi
Millennial yaitu orang-orang yang lahir antara akhir tahun 1980-an hingga
akhir tahun 1990-an yang memiliki jabatan lebih tinggi dibandingkan
generasi-generasi sebelum mereka. Konflik antar generasi dalam struktur manajemen organisasi
perlu untuk dapat dihindari dengan adanya pemahaman akan perbedaan-perbedaan mendasar
yang memang dipastikan ada antar generasi.
Untuk dapat mengurangi
akibat-akibat negatif dari adanya perbedaan generasi dalam hirarki perusahaan maupun
organisasi, pada akhir tahun 1990-an pada banyak perusahaan multinasional dilakukan
“reverse-mentoring”
dimana seorang
mentor bisa saja adalah orang yang jauh lebih muda usia namun memiliki pengetahuan
dan “pengalaman” yang jauh lebih baik yang biasanya berkaitan
dengan penggunaan teknologi informasi. Seperti kita ketahui bahwa pada tahun-tahun
menjelang tahun 2000 ada kekuatiran akan kemungkinan terjadinya masalah besar
pada program-program komputer yang disebut dengan istilah Y2K
atau millennium
bugs
yang kemudian dapat dihindari berkat persiapan-persiapan yang dilakukan.
Jack Welch
yang pada dekade 1990-an adalah CEO General Electric juga dalam banyak kesempatan
sering menyampaikan kepada para senior manajer mengenai perlunya untuk
mendapatkan pengetahuan khususnya yang berkaitan dengan bidang teknologi
informasi dari para staff perusahaan yang usianya jauh lebih muda
dibandingkan mereka namun mereka memang memiliki pengetahuan dan “pengalaman”
lebih baik dalam bidang tersebut.
Tentunya akan diperlukan
beberapa kondisi untuk memungkinkan “reverse-mentoring” tersebut dapat berjalan
dengan baik.
Orang-orang pada posisi
lebih senior yang sudah menjabat sebagai anggota dewan direksi tentunya perlu
memiliki “kerelaan” untuk mendapatkan
bimbingan dari rekan-rekan mereka yang jauh lebih muda usia dan memiliki “jam terbang” organisasi yang
relatif singkat serta mungkin saja memiliki sikap ambisius namun memang memiliki
pengetahuan dalam bidang teknologi informasi yang dibutuhkan perusahaan. Ada masih cukup banyak orang yang menganggap
dan menyebut generasi yang lebih muda dari mereka sebagai “anak-anak.” Sebuah sikap dan
perilaku yang tentunya perlu dihindari.
Pada saat bersamaan, para rekan-rekan
yang jauh lebih muda usia juga perlu belajar bersimpati pada
mereka yang sudah berusia jauh lebih tua untuk tidak sampai “terlihat bodoh” dalam penggunaan
teknologi informasi maupun media sosial elektronik dalam keseharian tugas-tugas
mereka.
Menetapkan sasaran-sasaran jelas dan
terukur yang ingin dapat direalisasikan dalam menjembatani perbedaan generasi yang ada lewat “reverse-mentoring”
tersebut akan sangat membantu kedua belah pihak terhindar dari konsepsi yang keliru
tentang perbedaan generasi karena memang tidak ada benar atau salah dalam hal perbedaan generasi melainkan
masing-masing generasi tersebut harus berusaha untuk lebih mendekatkan relasi
lewat kegiatan saling belajar karena lewat “reverse-mentoring” tersebut juga secara
tidak langsung generasi yang lebih muda bisa belajar dan menyerap pengalaman
generasi yang lebih tua.
No comments:
Post a Comment