Dalam sebuah hubungan antar
manusia apakah dalam organisasi, masyarakat atau keluarga selalu akan ada potensi terjadinya
konflik.
Bisa saja konflik tersebut disebabkan oleh perbedaan
prinsip atau perbedaan kepentingan
namun tidak
jarang konflik terjadi hanya akibat kesalahpahaman atau bahkan ketidaktahuan dari
para pihak yang terlibat dalam konflik sehingga skala konflik dapat berkembang
menjadi konflik komunal.
Akumulasi energi dari kemarahan dan/atau ketidakpuasan dalam sebuah konflik akan selalu mencari
jalan keluar yang bisa berwujud dalam tindakan-tindakan agresif yang bisa berdampak negatif
sehingga sangat diperlukan respon yang segera untuk menentukan langkah-langkah untuk
mengatasi konflik tersebut.
Perbedaan pendapat dan/atau perspektif apabila terjadi dalam situasi ideal
yang seimbang sesungguhnya dapat menumbuhkan kreativitas dan meningkatkan kualitas hubungan. Namun dalam kenyataannya situasi yang dinamis dengan berbagai
faktor majemuk yang mempengaruhi hubungan antar manusia tersebut lebih sering hanya
menjadi harapan. Merupakan tantangan bagi para pemimpin dan/atau pimpinan dalam
menciptakan situasi ideal dan memang sesungguhnya kita jangan sampai terjebak hanya pada usaha-usaha untuk mengatasi
konflik, tanpa memperhitungkan
faktor-faktor penyebab konflik maupun proses-proses yang dapat mempercepat penyelesaian
konflik sehingga eskalasi konflik
dapat dihindarkan. Para pemimpin perlu memastikan penciptaan berbagai rambu
untuk tidak saja dapat menghindarkan terjadinya konflik serupa di masa
mendatang tetapi juga menciptakan situasi yang kondusif bagi peningkatan
kualitas hubungan.
Untuk dapat mengatasi
konflik dan bahkan mengubah situasi konflik menjadi situasi yang koperatif,
Paul J Meyer dalam salah satu program pengembangan kepemimpinan mengatakan
bahwa diperlukan 7 langkah efektif untuk mengatasi konflik yang terjadi dalam sebuah tim.
7 K
1. Konflik.
K
yang pertama adalah Konflik itu sendiri. Langkah pertama yang sangat diperlukan
untuk dapat mengatasi konflik adalah melakukan identifikasi mengenai asal muasal serta
faktor-faktor yang mengakibatkan terjadinya konflik. Sebagai
salah satu contoh penyebab konflik bisa saja sebuah sistem/prosedur/kebijakan/kebijaksanaan dalam perusahaan yang
memerlukan penyesuaian karena adanya perubahan internal/eksternal dari waktu ke
waktu. Untuk mendapatkan kejelasan tentang konflik yang terjadi juga perlu diketahui
secara pasti para pihak yang terlibat dalam konflik secara langsung maupun
tidak langsung.
2. Komunikasi.
Apa
yang selalu dan seharusnya dilakukan oleh seorang fasilitator dalam upaya
mengatasi setiap konflik yang terjadi adalah mempertemukan para pihak yang terlibat
dalam konflik sehingga dapat terjadi kembali komunikasi di antara mereka. Langkah ini dapat dikatakan
paling penting dan memerlukan waktu sehingga sangat menentukan tingkat keberhasilan dan kecepatan dalam
mengatasi konflik dan bahkan bilamana seorang pemimpin memiliki kepiawaian
dalam menciptakan komunikasi yang kondusif akan dapat mengubah situasi konflik menjadi situasi yang koperatif. Akan
merupakan suatu tantangan yang memerlukan berbagai pemahaman tidak saja
mengenai konflik akan tetapi juga pemahaman mengenai beragam pola perilaku serta sikap
dari para pihak yang terlibat konflik. Seorang pemimpin tentu perlu lebih
menempatkan faktor empati dan memiliki kemampuan untuk
mendengarkan karena dalam upaya menciptakan komunikasi ini
kepada semua pihak yang terlibat dalam konflik
harus diberikan kesempatan untuk menyampaikan pemikiran-pemikiran dan perasaan-perasaan
mereka secara individual. Pemimpin yang merupakan fasilitator harus mampu menciptakan
komunikasi
dua arah antara para pihak dimana tidak saja mereka diberikan kesempatan untuk
mengemukakan versi masing-masing akan tetapi juga kedua pihak saling
mendengarkan dan mencoba memahami apa yang dikemukakan oleh kedua belah pihak. Kasus
penutupan wilayah industri Kaesong atau Kaesong Industrial Park yang dilakukan
secara sepihak oleh pihak Korea Utara beberapa waktu yang lalu adalah sebuah
contoh terjadinya konflik dalam skala antar negara. Konflik mulai terjadi sejak
awal April 2013 tersebut ketika pihak Korea Utara mengumumkan penutupan wilayah
perbatasan sehingga tidak ada akses dari Korea Selatan ke Kaesong Industrial
Park yang merupakan bentuk kerjasama industrial antara Korea Utara dan Korea
Selatan tersebut. Awal minggu kedua Juli 2013 ini kedua belah pihak mulai mengupayakan
terjalinnya komunikasi lewat tatap muka antara kedua belah pihak.
3. Konfrontasi.
Anda
tidak salah membaca dan tentunya saya tidak salah menuliskan. Mungkin banyak yang
salah mengartikan bahwa konfrontasi adalah identik dengan kemungkinan
menciptakan konflik-konflik baru. Bisa saja terjadi demikian
apabila langkah konfrontasi tidak dilakukan dengan semestinya. Sebuah konflik mesti
ditangani secara menyeluruh dan terbuka tanpa ada fakta-fakta yang
dikesampingkan.
Seluruh pihak yang terlibat dalam konflik harus bersedia dan siap untuk membicarakan
masalah-masalah pelik yang menjadi penyebab terjadinya konflik.
Perlu untuk dipahami bahwa langkah konfrontasi ini memerlukan adanya langkah
komunikasi terlebih dahulu dan tidak dapat dilakukan bersamaan.
Para pemimpin yang bertindak sebagai fasilitator harus dapat mengolah informasi
yang didapatkan dalam langkah komunikasi serta menyusunnya sedemikian rupa
sehingga dapat dipergunakan oleh kedua pihak dengan baik dalam langkah
konfrontasi ini.
4. Kreativitas.
Setiap orang memiliki
kebutuhan untuk didengarkan. Oleh karena itu pada langkah
berikut setelah konfrontasi, kepada semua pihak yang terlibat dalam konflik
perlu diberikan
kesempatan untuk mengemukakan pandangan-pandangan dan pendapat-pendapat mereka
tentang solusi-solusi yang potensial untuk penyelesaian konflik.
Para pemimpin yang merupakan fasilitator perlu menciptakan sebuah kesepahaman dalam
ketidak sepahaman, baik
bagi diri mereka sendiri maupun para pihak yang terlibat dalam konflik, untuk tidak bersikap sebagai hakim atas ide-ide dan/atau usul-usul yang
disampaikan, melainkan mencoba mendapatkan sebanyak mungkin ide-ide dari para pihak.
5. Kompromi.
Keseimbangan hanya
dapat terjadi manakala dilakukan penyesuaian bobot pada kedua sisi dari sebuah
timbangan. Bila
kita perhatikan dengan seksama, dalam keadaan seimbang sebuah timbangan tetap
akan bergerak naik turun walaupun sangat sedikit sekali. Demikian pula halnya
dengan realitas dalam kehidupan untuk dapat mengatasi sebuah konflik akan diperlukan sebuah
kesediaan para pihak untuk melakukan kompromi hingga tingkat tertentu. Setiap individu mesti paling
tidak mau melakukan kompromi kecil
dalam berbagai masalah-masalah yang dihadapi. Para pemimpin atau fasilitator mulai
dapat melakukan langkah negosiasi dengan
menawarkan dan/atau mendapatkan satu atau beberapa alternatif pemecahan masalah yang dapat diterima oleh seluruh pihak
karena memang merupakan hasil-hasil pembicaraan dan diskusi dari beberapa langkah
sebelumnya.
6. Komitmen.
Usulan-usulan
dalam mengatasi konflik yang telah dinegosiasikan dan disepakati untuk
dijalankan oleh para pihak mesti mendapatkan komitmen dari para individu yang
terlibat dalam konflik. Artinya
bahwa mereka akan memberikan komitmen secara penuh untuk memastikan bahwa
langkah-langkah dijalankan tanpa ada penyimpangan
sehingga secara pasti konflik dapat diatasi.
7. Koperatif.
Untuk memelihara kesepakatan
dan situasi yang kondusif yang telah tercapai memerlukan tindak lanjut
sehingga memastikan bahwa semua individu dalam pihak yang sebelumnya terlibat
dalam konflik sungguh-sungguh koperatif dan memberikan kemampuan terbaik
mereka untuk memastikan solusi-solusi menjadi kenyataan. Pada langkah ini seorang pemimpin secara proaktif dapat mengubah seluruh
energi dari tim menjadi daya dorong
untuk lebih meningkatkan kualitas kerjasama para anggota tim, lewat berbagai upaya kolaboratif, dan peningkatan kinerja tim. Pada
langkah ini juga merupakan kesempatan
bagi para pemimpin untuk melakukan pendelegasian tugas-tugas disertai wewenang
yang cukup kepada mereka yang terlibat dalam konflik yang menunjukkan
kemampuan kepemimpinan untuk lebih dikembangkan setelah mereka terlibat secara
aktif dan positif dalam melewati langkah-langkah sebelumnya.
Konflik pada dasarnya dapat berawal dari
berkurangnya rasa saling percaya antara para anggota tim.
Oleh karena itu untuk bisa mengatasi dan menghindari konflik di masa mendatang,
peningkatan rasa saling percaya antar
para anggota tim perlu diupayakan pada saat melaksanakan 7 langkah tersebut.
Rasa saling percaya akan menumbuhkan keinginan
untuk dapat melakukan yang terbaik bagi tim sehingga dapat meningkatkan
kinerja tim. Ketika ada rasa saling percaya antar anggota tim dan tentunya
kepercayaan kepada para pemimpin dan/atau pimpinan mereka, setiap anggota akan lebih mau untuk menerima peranan yang lebih
menantang karena adanya harapan dan kepercayaan akan mendapatkan imbalan yang
sepadan.
Setiap langkah penyelesaian
konflik tersebut akan memberikan nilai tambah dan pada saat yang bersamaan juga
berbagai tantangan, namun penyelesaian konflik secara menyeluruh akan
menciptakan kesempatan-kesempatan untuk peningkatan produktivitas,
inovasi dan pertumbuhan.
Sumber: Leadership Management International - Effective Motivational Leadership by
Paul J Meyer & Randy Slechta.
No comments:
Post a Comment