Thursday, July 11, 2013

KONFLIK




Dalam sebuah hubungan antar manusia apakah dalam organisasi, masyarakat atau keluarga selalu akan ada potensi terjadinya konflik. Bisa saja konflik tersebut disebabkan oleh perbedaan prinsip atau perbedaan kepentingan namun tidak jarang konflik terjadi hanya akibat kesalahpahaman atau bahkan ketidaktahuan dari para pihak yang terlibat dalam konflik sehingga skala konflik dapat berkembang menjadi konflik komunal.

Akumulasi energi dari kemarahan dan/atau ketidakpuasan dalam sebuah konflik akan selalu mencari jalan keluar yang bisa berwujud dalam tindakan-tindakan agresif yang bisa berdampak negatif sehingga sangat diperlukan respon yang segera untuk menentukan langkah-langkah untuk mengatasi konflik tersebut.

Perbedaan pendapat dan/atau perspektif apabila terjadi dalam situasi ideal yang seimbang sesungguhnya dapat menumbuhkan kreativitas dan meningkatkan kualitas hubungan. Namun dalam kenyataannya situasi yang dinamis dengan berbagai faktor majemuk yang mempengaruhi hubungan antar manusia tersebut lebih sering hanya menjadi harapan. Merupakan tantangan bagi para pemimpin dan/atau pimpinan dalam menciptakan situasi ideal dan memang sesungguhnya kita jangan sampai terjebak hanya pada usaha-usaha untuk mengatasi konflik, tanpa memperhitungkan faktor-faktor penyebab konflik maupun proses-proses yang dapat mempercepat penyelesaian konflik sehingga eskalasi konflik dapat dihindarkan. Para pemimpin perlu memastikan penciptaan berbagai rambu untuk tidak saja dapat menghindarkan terjadinya konflik serupa di masa mendatang tetapi juga menciptakan situasi yang kondusif bagi peningkatan kualitas hubungan.


Untuk dapat mengatasi konflik dan bahkan mengubah situasi konflik menjadi situasi yang koperatif, Paul J Meyer dalam salah satu program pengembangan kepemimpinan mengatakan bahwa diperlukan 7 langkah efektif untuk mengatasi konflik yang terjadi dalam sebuah tim.

7 K


1.   Konflik.
K yang pertama adalah Konflik itu sendiri. Langkah pertama yang sangat diperlukan untuk dapat mengatasi konflik adalah melakukan identifikasi mengenai asal muasal serta faktor-faktor yang mengakibatkan terjadinya konflik. Sebagai salah satu contoh penyebab konflik bisa saja sebuah sistem/prosedur/kebijakan/kebijaksanaan dalam perusahaan yang memerlukan penyesuaian karena adanya perubahan internal/eksternal dari waktu ke waktu. Untuk mendapatkan kejelasan tentang konflik yang terjadi juga perlu diketahui secara pasti para pihak yang terlibat dalam konflik secara langsung maupun tidak langsung.

2.   Komunikasi.
Apa yang selalu dan seharusnya dilakukan oleh seorang fasilitator dalam upaya mengatasi setiap konflik yang terjadi adalah mempertemukan para pihak yang terlibat dalam konflik sehingga dapat terjadi kembali komunikasi di antara mereka. Langkah ini dapat dikatakan paling penting dan memerlukan waktu sehingga sangat menentukan tingkat keberhasilan dan kecepatan dalam mengatasi konflik dan bahkan bilamana seorang pemimpin memiliki kepiawaian dalam menciptakan komunikasi yang kondusif akan dapat mengubah situasi konflik menjadi situasi yang koperatif. Akan merupakan suatu tantangan yang memerlukan berbagai pemahaman tidak saja mengenai konflik akan tetapi juga pemahaman mengenai beragam pola perilaku serta sikap dari para pihak yang terlibat konflik. Seorang pemimpin tentu perlu lebih menempatkan faktor empati dan memiliki kemampuan untuk mendengarkan karena dalam upaya menciptakan komunikasi ini kepada semua pihak yang terlibat dalam konflik harus diberikan kesempatan untuk menyampaikan pemikiran-pemikiran dan perasaan-perasaan mereka secara individual. Pemimpin yang merupakan fasilitator harus mampu menciptakan komunikasi dua arah antara para pihak dimana tidak saja mereka diberikan kesempatan untuk mengemukakan versi masing-masing akan tetapi juga kedua pihak saling mendengarkan dan mencoba memahami apa yang dikemukakan oleh kedua belah pihak. Kasus penutupan wilayah industri Kaesong atau Kaesong Industrial Park yang dilakukan secara sepihak oleh pihak Korea Utara beberapa waktu yang lalu adalah sebuah contoh terjadinya konflik dalam skala antar negara. Konflik mulai terjadi sejak awal April 2013 tersebut ketika pihak Korea Utara mengumumkan penutupan wilayah perbatasan sehingga tidak ada akses dari Korea Selatan ke Kaesong Industrial Park yang merupakan bentuk kerjasama industrial antara Korea Utara dan Korea Selatan tersebut. Awal minggu kedua Juli 2013 ini kedua belah pihak mulai mengupayakan terjalinnya komunikasi lewat tatap muka antara kedua belah pihak.

3.   Konfrontasi.
Anda tidak salah membaca dan tentunya saya tidak salah menuliskan. Mungkin banyak yang salah mengartikan bahwa konfrontasi adalah identik dengan kemungkinan menciptakan konflik-konflik baru. Bisa saja terjadi demikian apabila langkah konfrontasi tidak dilakukan dengan semestinya. Sebuah konflik mesti ditangani secara menyeluruh dan terbuka tanpa ada fakta-fakta yang dikesampingkan. Seluruh pihak yang terlibat dalam konflik harus bersedia dan siap untuk membicarakan masalah-masalah pelik yang menjadi penyebab terjadinya konflik. Perlu untuk dipahami bahwa langkah konfrontasi ini memerlukan adanya langkah komunikasi terlebih dahulu dan tidak dapat dilakukan bersamaan. Para pemimpin yang bertindak sebagai fasilitator harus dapat mengolah informasi yang didapatkan dalam langkah komunikasi serta menyusunnya sedemikian rupa sehingga dapat dipergunakan oleh kedua pihak dengan baik dalam langkah konfrontasi ini.

4.   Kreativitas.
Setiap orang memiliki kebutuhan untuk didengarkan. Oleh karena itu pada langkah berikut setelah konfrontasi, kepada semua pihak yang terlibat dalam konflik perlu diberikan kesempatan untuk mengemukakan pandangan-pandangan dan pendapat-pendapat mereka tentang solusi-solusi yang potensial untuk penyelesaian konflik. Para pemimpin yang merupakan fasilitator perlu menciptakan sebuah kesepahaman dalam ketidak sepahaman, baik bagi diri mereka sendiri maupun para pihak yang terlibat dalam konflik, untuk tidak bersikap sebagai hakim atas ide-ide dan/atau usul-usul yang disampaikan, melainkan mencoba mendapatkan sebanyak mungkin ide-ide dari para pihak.

5.   Kompromi.
Keseimbangan hanya dapat terjadi manakala dilakukan penyesuaian bobot pada kedua sisi dari sebuah timbangan. Bila kita perhatikan dengan seksama, dalam keadaan seimbang sebuah timbangan tetap akan bergerak naik turun walaupun sangat sedikit sekali. Demikian pula halnya dengan realitas dalam kehidupan untuk dapat mengatasi sebuah konflik akan diperlukan sebuah kesediaan para pihak untuk melakukan kompromi hingga tingkat tertentu. Setiap individu mesti paling tidak mau melakukan kompromi kecil dalam berbagai masalah-masalah yang dihadapi. Para pemimpin atau fasilitator mulai dapat melakukan langkah negosiasi dengan menawarkan dan/atau mendapatkan satu atau beberapa alternatif pemecahan masalah yang dapat diterima oleh seluruh pihak karena memang merupakan hasil-hasil pembicaraan dan diskusi dari beberapa langkah sebelumnya.

6.   Komitmen.
Usulan-usulan dalam mengatasi konflik yang telah dinegosiasikan dan disepakati untuk dijalankan oleh para pihak mesti mendapatkan komitmen dari para individu yang terlibat dalam konflik. Artinya bahwa mereka akan memberikan komitmen secara penuh untuk memastikan bahwa langkah-langkah dijalankan tanpa ada penyimpangan sehingga secara pasti konflik dapat diatasi.

7.   Koperatif.
Untuk memelihara kesepakatan dan situasi yang kondusif yang telah tercapai memerlukan tindak lanjut sehingga memastikan bahwa semua individu dalam pihak yang sebelumnya terlibat dalam konflik sungguh-sungguh koperatif dan memberikan kemampuan terbaik mereka untuk memastikan solusi-solusi menjadi kenyataan. Pada langkah ini seorang pemimpin secara proaktif dapat mengubah seluruh energi dari tim menjadi daya dorong untuk lebih meningkatkan kualitas kerjasama para anggota tim, lewat berbagai upaya kolaboratif, dan peningkatan kinerja tim. Pada langkah ini juga merupakan kesempatan bagi para pemimpin untuk melakukan pendelegasian tugas-tugas disertai wewenang yang cukup kepada mereka yang terlibat dalam konflik yang menunjukkan kemampuan kepemimpinan untuk lebih dikembangkan setelah mereka terlibat secara aktif dan positif dalam melewati langkah-langkah sebelumnya.

Konflik pada dasarnya dapat berawal dari berkurangnya rasa saling percaya antara para anggota tim. Oleh karena itu untuk bisa mengatasi dan menghindari konflik di masa mendatang, peningkatan rasa saling percaya antar para anggota tim perlu diupayakan pada saat melaksanakan 7 langkah tersebut. Rasa saling percaya akan menumbuhkan keinginan untuk dapat melakukan yang terbaik bagi tim sehingga dapat meningkatkan kinerja tim. Ketika ada rasa saling percaya antar anggota tim dan tentunya kepercayaan kepada para pemimpin dan/atau pimpinan mereka, setiap anggota akan lebih mau untuk menerima peranan yang lebih menantang karena adanya harapan dan kepercayaan akan mendapatkan imbalan yang sepadan.
Setiap langkah penyelesaian konflik tersebut akan memberikan nilai tambah dan pada saat yang bersamaan juga berbagai tantangan, namun penyelesaian konflik secara menyeluruh akan menciptakan kesempatan-kesempatan untuk peningkatan produktivitas, inovasi dan pertumbuhan.


Sumber: Leadership Management International - Effective Motivational Leadership by Paul J Meyer & Randy Slechta.

No comments: