Tuesday, February 12, 2013

70 JAM



Di awal tahun 1980-an hingga akhir tahun 1990-an, orang-orang yang termasuk kelompok workaholic, sebuah sebutan bagi mereka yang berada antara 50 hingga 60 jam per minggu dalam lingkungan tempat mereka bekerja, memang sudah ada namun kelompok tersebut merupakan minoritas.

Namun sejak awal milenium baru hingga dewasa ini, bukan hanya pada tingkatan para pimpinan dan manajer puncak bahkan banyak sekali karyawan-karyawan di tingkatan menengah yang bekerja hingga 70 jam dan bahkan lebih perminggu. Hal tersebut berarti mereka bekerja rata-rata hampir 12 jam perhari – itupun bila perusahaan tempat mereka bekerja beroperasi hingga 6 hari dalam seminggu. 70 jam kerja seminggu bukan saja terjadi pada tingkatan para CEO, COO dan manajer di perusahaan-perusahaan multinasional yang karena adanya perbedaan zona waktu di belahan dunia yang lain di mana kantor pusat mereka berada, melainkan juga sudah menjadi sesuatu yang lazim di antara para eksekutif dan manajer di perusahaan-perusahaan nasional. Standar 40 jam kerja per minggu sudah tidak ada dalam kamus mereka.

Seperti para atlit yang mengikuti sapta lomba, kejar-kejaran dengan batas waktu sejumlah banyak proyek, kebutuhan klien/pelanggan yang 24 jam 7 hari seminggu, alur kerja yang tidak bisa diprediksi sudah seperti sebuah fenomena biasa dan bahkan keharusan bagi mereka.
Dalam pembicaraan terpisah dengan beberapa orang dalam kategori ini dan dari berbagai industri yang berbeda-beda, ada beberapa alasan yang mirip yang diutarakan ketika ditanyakan mengenai kecenderungan bekerja dengan jam kerja sangat panjang tersebut yaitu bahwa mereka menganggapnya  sebagai tantangan sekaligus kebutuhan pekerjaan dalam zaman ini, untuk memacu pencapaian produktivitas diri dan perusahaan, prestasi, prestise serta aktualisasi diri, dan tentunya segala bentuk kompensasi finansial berlimpah yang bisa mereka dapatkan sebagai imbalan atas kerja super keras yang mereka lakukan.

Ada beberapa karakteristik yang hampir identik pada aktivitas harian dari mereka yang berada dalam kelompok sapta lomba ini yaitu hampir tidak terbatasnya lingkup tugas dan tanggung jawab, adanya acara-acara yang berhubungan dengan kegiatan bisnis namun hampir rutin berlangsung di luar jam kerja reguler, begitu padatnya jadwal perjalanan dinas, banyaknya jumlah anak perusahaan yang menjadi tanggung jawab, dan tentunya secara rutin sekitar 10-jam atau lebih setiap hari berada di kantor pusat dan anak-anak perusahaan atau kantor cabang.

Selain hal-hal tersebut, faktor persaingan bisnis yang semakin ketat memang membuat munculnya kebutuhan untuk bekerja dalam jumlah jam yang lebih banyak, namun apakah memang demikian seharusnya yang terjadi dalam kehidupan dunia bisnis?

Kenyataan yang ada menunjukkan bahwa mereka yang ada dalam kelompok sapta lomba ini menganggap semua yang mereka lakukan sebagai sebuah motivasi dan kebanggaan untuk terus lebih meningkatkan karir mereka melampaui saingan-saingan mereka. Situasi penuh ambisi tersebut membuat mereka terlihat begitu gemerlapan.

Tidak dapat dipungkiri bahwa perkembangan teknologi informasi, internet dan berbagai perangkat digital memberikan sumbangsih dalam penciptaan kelompok eksekutif sapta lomba tersebut. Teknologi telah mampu mengubah perilaku dan ekspektasi orang-orang. Pengiriman pesan-pesan secara instan melalui Blackberry Messenger dan/atau WhatsApp telah sangat mempengaruhi perubahan perilaku orang-orang. Mereka bahkan telah menyadari akibat negatif karena intensitas tinggi penggunaan teknologi tersebut namun memilih mengesampingkan hal tersebut dan menganggapnya sebagai konsekuensi kehidupan eksekutif modern.

Selain itu seiring dengan semakin panjangnya jam kerja, kantor telah berubah menjadi sebuah pusat kegiatan sosial dimana mereka yang berada di dalam lingkungan tersebut sudah merasa nyaman berada di dalamnya. Teman-teman kerja di kantor juga sudah menjadi teman-teman baik dan sebagian jam kerja di kantor sudah menjadi seperti waktu untuk menggantikan kehidupan sosial di luar kantor karena adanya kegiatan-kegiatan sosial seperti CSR yang dilakukan dan demikian pula halnya dengan adanya berbagai pelatihan yang dilakukan bersama baik yang bersifat in-house maupun outbound. Sehingga jam kerja yang demikian panjang tidak lagi menjadi beban melainkan menjadi ajang kegiatan yang justeru menyenangkan.

Dalam jangka pendek, kerja keras 70 jam atau lebih perminggu tersebut mungkin saja akan dapat meningkatkan kinerja perusahaan. Namun sudahkah dipikirkan mengenai kesinambungan pola kerja demikian dalam jangka panjang serta pencapaian tingkat produktivitas bila dihubungkan dengan biaya-biaya tinggi yang diakibatkan pola kerja tersebut?

Akan adakah sisi gelap dari kontinuitas kesibukan walaupun sepertinya sudah tercapai sebuah keteraturan dalam aspek finansial dan karir, mental dan pendidikan, sosial dan juga kultur karena adanya berbagai kegiatan dalam perusahaan yang dapat menunjang aspek-aspek kehidupan tersebut?

Pertanyaannya yang tidak perlu waktu lama untuk mendapatkan jawabannya adalah bagaimana dengan aspek fisik dan kesehatan, keluarga dan rumah tangga serta spiritual dan etika?

Beberapa perusahaan multinasional memang juga telah menyediakan fasilitas-fasilitas olahraga dan kesenian di kantor yang dapat dipergunakan oleh para karyawan mereka untuk dapat memenuhi kebutuhan akan hal-hal tersebut.

Namun tentunya pola kerja sapta lomba sepanjang tahun tersebut dapat dipastikan tidak akan berakibat baik pada kehidupan keluarga dan rumah tangga dimana waktu dan komunikasi yang diperlukan untuk membina hubungan yang berkualitas menjadi sangat sedikit atau bahkan tidak ada sama sekali.

Demikian pula halnya fakta bahwa manusia yang merupakan makhluk sosial tidak seharusnya memiliki hubungan yang sangat terbatas dalam lingkup stakeholder perusahaan saja karena diperlukan adanya interaksi dengan tetangga, kerabat, teman-teman dan sebagai bagian dari masyarakat.
Kita perlu mengupayakan kehidupan yang seimbang dengan secara bijak mengatur dan mempergunakan waktu yang ada untuk seluruh aspek kehidupan yaitu 1) finansial dan karir, 2) mental dan pendidikan, 3) fisik dan kesehatan, 4) sosial dan kultural, 5) spiritual dan etika, 6) keluarga dan rumah tangga – sehingga dapat menjadi manusia seutuhnya (Total PersonTM - Paul J. Meyer).

Kecuali mungkin saja bila kehidupan orang-orang dalam setiap perusahaan sudah seperti sebuah komunitas kehidupan dalam pesawat ruang angkasa besar seperti cerita fiksi pada film Star-Trek.

No comments: