Seorang teman lama sejak
sekolah menengah pertama mengirimkan sebuah artikel tulisan Stephen Covey berjudul
90/10 tentang bagaimana seharusnya kita bereaksi terhadap setiap kejadian yaitu bahwa 90 persen dari hidup kita sangat
dipengaruhi oleh reaksi kita terhadap setiap kejadian dan hanya 10 persen pengaruh
langsung kejadian tersebut.
Mungkin anda juga pernah
mendengar tentang prinsip 100/0 (Al Ritter) mengenai bagaimana kita memilih untuk mengambil tanggung jawab penuh 100% atas
setiap tindakan yang kita lakukan tanpa melihat
status sosial dalam hubungan kita dengan orang-orang lain? Atau dengan
perkataan lain, ketika menerapkan prinsip
100/0 tersebut, kita tidak mengharapkan imbal balik apapun atau 0% dari apa
yang kita berikan/lakukan untuk orang-orang lain.
Akan ada banyak dari anda yang begitu
selesai membaca paragraf di atas, mungkin langsung berpikir apakah mungkin hal seperti itu ada di zaman
sekarang? Memang banyak orang yang pada awalnya langsung menanyakan seperti
itu ketika prinsip 100/0 ini saya sampaikan. Dan prinsip 100/0 tersebut
adalah memang tentang MEMBERI dan sama sekali tidak mengharapkan adanya imbal balik dari
orang yang menerima. Koq bisa?
Ketika kita melakukan kebaikan,
orang-orang yang menerima mungkin berpikir, “kan saya menerima tanpa pernah meminta, sehingga tidak apa-apa kalau saya
tidak membalas apa-apa.”
Atau bisa saja timbul pikiran
negatif dari orang-orang yang menerima, “wah
ada apa gerangan hingga saya diberikan sesuatu?”
Mungkin paling tidak akan ada
juga mereka yang berpikir, “Tuhan saja
meminta balasan yaitu ketaatan manusia, jadi masa sih ada orang yang memberikan
sesuatu tanpa mengharapkan balasan?”
Memang secara rasional, prinsip
100/0 ini nampaknya tidak mungkin pernah bisa dilakukan atau kemungkinan adanya
orang yang memiliki prinsip tersebut adalah 1 berbanding 1 milyar atau dengan jumlah
penduduk dunia saat ini yang diperkirakan sudah sekitar 7 milyar orang, apakah berarti hanya
akan ada 7 orang yang sungguh bersedia melakukan prinsip 100/0 tersebut?
Orang-orang seperti Ibu Teresa memang
sangat langka namun dalam kenyataannya ada banyak orang-orang yang secara tanpa
mereka sadari walaupun tidak selalu tetapi sudah mempergunakan prinsip 100/0
ini dalam banyak interaksi mereka dengan orang-orang lain. Misalnya ketika orang-orang
melakukan kegiatan pengabdian masyarakat dan/atau kegiatan yang bersifat
sosial, tentu mereka memberikan bantuan tanpa mengharapkan imbalan apa-apa.
Ketika kita memberikan secara
tulus murni menggunakan prinsip 100/0, bukan sebuah hubungan yang didasarkan
pada prinsip MEMBERI DAN MENGAMBIL atau
MEMBERI UNTUK MENGAMBIL atau MENGAMBIL UNTUK MEMBERI melainkan MEMBERI UNTUK HANYA MEMBERI
TANPA MENGHARAPKAN TIMBAL BALIK, akan ada banyak orang yang menerima
kebaikan kita yang tanpa diminta dan tanpa merasa terpaksa juga ikut tergerak
hati mereka sehingga juga menggunakan prinsip 100/0. Apa yang kemudian
terjadi adalah sebuah keadaan dari yang diawali 100/0 menjadi 100/100.
Prinsip 100/0 tersebut ada pada
sebuah hubungan antara 2 orang dalam persahabatan sejati yang hanya memikirkan untuk memberi. Dan tentunya unsur rasional
menjadi nomor kesekian ketika perasaan hati lebih kuat dari pikiran rasional.
Tetapi dalam prinsip 100/0 ini kita secara sadar melakukannya, bukan hanya
karena perasaan hati.
Dalam kehidupan keluarga, prinsip 100/0 ini tentu yang seharusnya
ada. Pertanyaannya adalah apakah prinsip 100/0
tersebut bisa diimplementasikan dalam hubungan kita dengan orang-orang di luar
keluarga atau di perusahaan? Jawabannya adalah kenapa tidak? Tentunya prinsip 100/0 ini diluar hubungan transaksional dimana
perusahaan memberikan remunerasi untuk mendapatkan jasa dari karyawan, dan
karyawan memberikan pikiran, tenaga dan waktu untuk mendapatkan remunerasi dari
perusahaan.
Banyak perusahaan melakukan kegiatan CSR (Corporate Social
Responsibility) namun pada kenyataannya masih sangat banyak para karyawan di perusahaan-perusahaan
tersebut yang membutuhkan uluran tangan perusahaan.
Jadi bagaimana prinsip 100/0
tersebut dapat diimplementasikan dalam perusahaan? Mudah saja dan sebagai
contoh perusahaan bisa memulai dengan memilih
secara random setiap bulan 10 orang karyawannya (atau bisa saja lebih jumlahnya
tergantung kemampuan perusahaan) dan memberikan bantuan misalnya buku-buku
pelajaran dan/atau tas sekolah atau sepatu sekolah untuk anak-anak dari para
karyawan, tanpa mengharapkan balasan apapun dan tidak ada kaitannya dengan kinerja
yang ada maupun untuk dihubungkan dengan peningkatan kinerja. Namun kita
dapat merasa yakin bahwa dari para karyawan yang menerima pemberian tersebut
akan dapat tumbuh juga perasaan yang sama yaitu mereka ingin dapat memberikan
yang lebih baik dari apa yang mereka lakukan sekarang tanpa memikirkan apakah
perusahaan akan memberikan imbalan lebih untuk hal tersebut.
Anda masih juga berpikir bahwa
prinsip 100/0 tersebut terlalu ideal dan muluk-muluk atau bahkan mustahil
dilakukan?
Hal-hal kecil dapat membuat PERBEDAAN BESAR
apabila memang dilakukan dengan didasari oleh KETULUSAN, RESPEK and KESABARAN.
No comments:
Post a Comment