Tuesday, October 9, 2012

100 / 0



Seorang teman lama sejak sekolah menengah pertama mengirimkan sebuah artikel tulisan Stephen Covey berjudul 90/10 tentang bagaimana seharusnya kita bereaksi terhadap setiap kejadian yaitu bahwa  90 persen dari hidup kita sangat dipengaruhi oleh reaksi kita terhadap setiap kejadian dan hanya 10 persen pengaruh langsung kejadian tersebut.

Mungkin anda juga pernah mendengar tentang prinsip 100/0 (Al Ritter) mengenai bagaimana kita memilih untuk mengambil tanggung jawab penuh 100% atas setiap tindakan yang kita lakukan tanpa melihat status sosial dalam hubungan kita dengan orang-orang lain? Atau dengan perkataan lain, ketika menerapkan prinsip 100/0 tersebut, kita tidak mengharapkan imbal balik apapun atau 0% dari apa yang kita berikan/lakukan untuk orang-orang lain.

Akan ada banyak dari anda yang begitu selesai membaca paragraf di atas, mungkin langsung berpikir apakah mungkin hal seperti itu ada di zaman sekarang? Memang banyak orang yang pada awalnya langsung menanyakan seperti itu ketika prinsip 100/0 ini saya sampaikan. Dan prinsip 100/0 tersebut adalah memang tentang MEMBERI dan sama sekali tidak mengharapkan adanya imbal balik dari orang yang menerima. Koq bisa?

Ketika kita melakukan kebaikan, orang-orang yang menerima mungkin berpikir, “kan saya menerima tanpa pernah meminta, sehingga tidak apa-apa kalau saya tidak membalas apa-apa.”

Atau bisa saja timbul pikiran negatif dari orang-orang yang menerima, “wah ada apa gerangan hingga saya diberikan sesuatu?

Mungkin paling tidak akan ada juga mereka yang berpikir, “Tuhan saja meminta balasan yaitu ketaatan manusia, jadi masa sih ada orang yang memberikan sesuatu tanpa mengharapkan balasan?

Memang secara rasional, prinsip 100/0 ini nampaknya tidak mungkin pernah bisa dilakukan atau kemungkinan adanya orang yang memiliki prinsip tersebut adalah 1 berbanding 1 milyar atau dengan jumlah penduduk dunia saat ini yang diperkirakan  sudah sekitar 7 milyar orang, apakah berarti hanya akan ada 7 orang yang sungguh bersedia melakukan prinsip 100/0 tersebut?

Orang-orang seperti Ibu Teresa memang sangat langka namun dalam kenyataannya ada banyak orang-orang yang secara tanpa mereka sadari walaupun tidak selalu tetapi sudah mempergunakan prinsip 100/0 ini dalam banyak interaksi mereka dengan orang-orang lain. Misalnya ketika orang-orang melakukan kegiatan pengabdian masyarakat dan/atau kegiatan yang bersifat sosial, tentu mereka memberikan bantuan tanpa mengharapkan imbalan apa-apa.

Ketika kita memberikan secara tulus murni menggunakan prinsip 100/0, bukan sebuah hubungan yang didasarkan pada prinsip MEMBERI DAN MENGAMBIL atau MEMBERI UNTUK MENGAMBIL atau MENGAMBIL UNTUK MEMBERI melainkan MEMBERI UNTUK HANYA MEMBERI TANPA MENGHARAPKAN TIMBAL BALIK, akan ada banyak orang yang menerima kebaikan kita yang tanpa diminta dan tanpa merasa terpaksa juga ikut tergerak hati mereka sehingga juga menggunakan prinsip 100/0. Apa yang kemudian terjadi adalah sebuah keadaan dari yang diawali 100/0 menjadi 100/100.

Prinsip 100/0 tersebut ada pada sebuah hubungan antara 2 orang dalam persahabatan sejati yang hanya memikirkan untuk memberi. Dan tentunya unsur rasional menjadi nomor kesekian ketika perasaan hati lebih kuat dari pikiran rasional. Tetapi dalam prinsip 100/0 ini kita secara sadar melakukannya, bukan hanya karena perasaan hati.



Dalam kehidupan keluarga, prinsip 100/0 ini tentu yang seharusnya ada. Pertanyaannya adalah apakah prinsip 100/0 tersebut bisa diimplementasikan dalam hubungan kita dengan orang-orang di luar keluarga atau di perusahaan? Jawabannya adalah kenapa tidak? Tentunya prinsip 100/0 ini diluar hubungan transaksional dimana perusahaan memberikan remunerasi untuk mendapatkan jasa dari karyawan, dan karyawan memberikan pikiran, tenaga dan waktu untuk mendapatkan remunerasi dari perusahaan.

Banyak perusahaan melakukan kegiatan CSR (Corporate Social Responsibility) namun pada kenyataannya masih sangat banyak para karyawan di perusahaan-perusahaan tersebut yang membutuhkan uluran tangan perusahaan.

Jadi bagaimana prinsip 100/0 tersebut dapat diimplementasikan dalam perusahaan? Mudah saja dan sebagai contoh perusahaan bisa memulai dengan memilih secara random setiap bulan 10 orang karyawannya (atau bisa saja lebih jumlahnya tergantung kemampuan perusahaan) dan memberikan bantuan misalnya buku-buku pelajaran dan/atau tas sekolah atau sepatu sekolah untuk anak-anak dari para karyawan, tanpa mengharapkan balasan apapun dan tidak ada kaitannya dengan kinerja yang ada maupun untuk dihubungkan dengan peningkatan kinerja. Namun kita dapat merasa yakin bahwa dari para karyawan yang menerima pemberian tersebut akan dapat tumbuh juga perasaan yang sama yaitu mereka ingin dapat memberikan yang lebih baik dari apa yang mereka lakukan sekarang tanpa memikirkan apakah perusahaan akan memberikan imbalan lebih untuk hal tersebut.

Anda masih juga berpikir bahwa prinsip 100/0 tersebut terlalu ideal dan muluk-muluk atau bahkan mustahil dilakukan?

Hal-hal kecil dapat membuat PERBEDAAN BESAR apabila memang dilakukan dengan didasari oleh KETULUSAN, RESPEK and KESABARAN.

No comments: