Beberapa bulan belakangan
ini dan bahkan sudah beberapa tahun pembicaraan mengenai subsidi BBM telah
berlangsung dan beberapa upaya telah dilakukan oleh para pihak yang berwenang
namun nampaknya belum bisa didapatkan jalan keluar terbaik bagi semua pihak.
Memuaskan semua pihak?
Tentunya bukan perkara mudah untuk mendapatkan solusi yang dapat memuaskan
semua pihak. Namun cara-cara himbauan moral hingga mencoba membatasi subsidi lewat
hari bebas bbm premium yang bersubsidi bukannya tidak bermanfaat sama sekali
tetapi dapat dipastikan tidak akan efektif dan bahkan dapat menimbulkan
gangguan pada aktivitas rutin masyarakat.
Dapat dibayangkan bahwa 1
hari sebelum dan sesudah hari H, masyarakat akan antri di SPBU. Jadi apakah
secara keseluruhan konsumsi bbm bersubsidi akan berkurang? Tentu saja jawabannya
adalah tidak karena bbm adalah energi yang dapat disimpan untuk digunakan
kemudian.
Lain halnya dengan energi listrik yang memang bila dipadamkan oleh
PLN, tentu masyarakat pengguna tidak bisa membeli listrik sehari sebelumnya dan
bukannya tidak bisa menyimpan terlebih
dahulu tetapi masih sangat mahal biaya untuk menyimpan tenaga listrik secara
memadai. Semoga PLN tidak ikut latah mengadakan hari tanpa listrik dengan
alasan penghematan energi.
Energi yang bersumber dari
minyak dan gasbumi dan energi dari sumber-sumber alternatif lainnya memang
sangat dibutuhkan untuk dapat menunjang kehidupan modern. Masyarakat pengguna
tentu diharapkan dapat secara bijak mengatur penggunaannya, namun cara-cara
yang dipilih juga seharusnya tidak menciptakan disrupsi dalam kegiatan-kegiatan
masyarakat. Antrian yang panjang jelas memboroskan waktu yang akan berakibat
pada produktivitas manusia.
Selama ini apabila kita
perhatikan, yang diupayakan oleh berbagai pihak yang berwenang dalam upaya mengurangi
beban subsidi bbm premium adalah hanya dengan menaikkan harga premium dan/atau
mencoba membatasi konsumsi bbm premium lewat pengurangan pasokan seperti langkah
yang rencananya akan dilakukan dengan slogan “hari tanpa bbm bersubsidi” yang
seperti sudah saya coba jelaskan secara singkat dalam tulisan ini hanya akan
menimbulkan ekses antrian dan berkurangnya produktivitas serta disrupsi dalam
kegiatan-kegiatan rutin masyarakat.
BBM premium bersubsidi
memang seharusnya ditujukan untuk dapat
digunakan oleh golongan masyarakat dengan kemampuan ekonomi terbatas yang
mempergunakan kendaraan angkutan umum perkotaan. Jadi perlu dibuat peraturan
pemerintah yang mengatur penjualan bbm premium bersubsidi tersebut hanya untuk
angkutan umum di seluruh SPBU. Dan pada saat yang bersamaan, untuk dapat
meningkatkan animo masyarakat dari golongan sosial ekonomi yang lebih memiliki
kemampuan untuk mempergunakan bbm non subsidi, harga dari bbm non subsidi
tersebut bisa diturunkan misalnya menjadi Rp.6,000 per liter dari yang sekarang
berlaku yaitu hingga 2 kali lipat dari harga bbm premium bersubsidi. Menurunkan
harga bbm non subsidi adalah sebuah langkah yang didasari pada prinsip “thinking
outside the box”
Mungkin saja selama ini
sudah ada dibicarakan oleh pemerintah dalam hal ini BUMN terkait dan/atau para
anggota DPR tentang ide yang saya pikirkan di luar kotak atau thinking outside
the box tersebut.
Memang keputusan untuk
menaikkan harga adalah solusi paling mudah tetapi tentunya pemerintah dengan
mempergunakan data konsumsi yang ada selama ini dapat melakukan melakukan
upaya-upaya yang didasari prinsip thinking outside the box dengan sebelumnya
melakukan analisa dan perhitungan terlebih dahulu sebelum menjalankannya. Namun secara hitungan
kasar, apabila bbm premium bersubsidi hanya dipergunakan oleh angkotan umum
perkotaan sedangkan para pengguna kendaraan pribadi beralih mempergunakan bbm
non subsidi dan membayar harga yang ditetapkan lebih tinggi seperti misalnya
Rp.6,000 per liter, walaupun mungkin ada yang berpendapat bahwa hal tersebut
tidak beda dengan memindahkan beban subsidi ke bbm non subsidi, namun dapat
dihitung adanya tambahan pemasukan yang besar sebagai akibat beralihnya para
pengguna kendaraan pribadi ke bbm non subsidi.
Masyarakat umum juga akan
dapat secara cerdas berhitung apakah akan terus menggunakan kendaraan pribadi atau beralih
mempergunakan kendaraan angkutan umum sehingga hal tersebut juga dapat membantu
mengurangi kemacetan parah di jalan yang tentunya juga adalah salah satu penyebab pemborosan
energi.
No comments:
Post a Comment