Apakah hiruk pikuk tentang mobil
merek ESEMKA yang dibuat oleh murid-murid SMK di Solo menyadarkan kita kembali
tentang peluang pasar yang akan menjadi pendorong dan dasar tindakan-tindakan
yang akan kita lakukan?
Setiap perusahaan yang ingin berhasil dan bertahan dalam persaingan yang semakin tajam di pasar perlu menyadari bahwa ukuran utama dari sukses adalah kepuasan pelanggan dan tentunya nilai bagi para pemegang saham. Dengan fokus kepada produktivitas, berpikir dan bertindak berdasarkan urgensi dan bekerja secara team saja saat ini tidaklah memadai dalam persaingan yang semakin ketat di pasar. Diperlukan sebuah visi strategik untuk dapat meraih kesuksesan.
Apakah diperlukan perubahan dramatis dalam menyikapi perubahan dalam pasar? Atau hanya dengan menata ulang proses-proses yang ada? Apabila perusahaan sudah menjadi besar, seringkali yang menjadi persoalan adalah kelebihan beban karena struktur organisasi dan/atau pertumbuhan bisnis tidak cukup pesat, yang sering kali diakibatkan oleh kurangnya inovasi dalam produk maupun layanan baru. Ungkapan dari Lou Gerstner yaitu “who says elephants can’t dance?” bisa menjadi sebuah titik balik dari penurunan kinerja perusahaan besar dan sudah berkiprah begitu lama di pasar. Dan hanya ada satu cara memulainya adalah dengan memahami peta persaingan dan melihat atau bahkan menciptakan peluang di pasar.
Namun banyak perusahaan yang sudah mapan terperangkap dalam pemikiran, budaya dan perilaku yang sudah kurang sesuai dengan perkembangan zaman. Sebagai akibatnya perusahaan menjadi terseok-seok menghadapi pemain-pemain baru yang relatif lebih dinamis dalam mengembangkan usaha mereka. Untuk menghadapi persaingan di pasar, terutama perusahaan keluarga sering mengalami tantangan dalam upaya mereka mengkolaborasikan manajemen profesional dengan budaya perusahaan yang sudah terbentuk sejak perusahaan didirikan.
Budaya perusahaan tidak dapat dipungkiri merupakan suatu kekuatan yang dapat mendorong produktivitas dan profitabilitas perusahaan, namun pada saat yang bersamaan juga dapat menjadi halangan atau bahkan penyebab menurunnya kinerja perusahaan. Budaya perusahaan tidak bisa dilihat tapi bisa dirasakan dan secara fundamental akan menentukan kinerja dan eksistensi perusahaan. Manifestasinya beragam mulai dari cara pandang, atmosfir kerja, sistem, interaksi antar individu dan/atau kelompok, hubungan antara atasan dengan bawahan hingga pola pembuatan keputusan. Budaya perusahaan juga akan menentukan apakah komunikasi dilakukan terbuka atau tertutup. Budaya perusahaan selain terbentuk melalui suatu rentang waktu juga akan sangat tergantung pada tatanan nilai-nilai yang dipergunakan dalam penentuan visi dan misi perusahaan.
Manajemen yang berbasiskan kompetensi tentu sangat diperlukan dalam menghadapi perkembangan pasar dan memungkinkan apa yang diyakini oleh Lou Gerstner ketika membenahi IBM yang ketika itu memang memiliki julukan si Raksasa Biru. Pemahaman tidak saja pada core values tetapi juga pada core purposes perusahaan menjadi sangat penting.
Kita belum bisa memastikan masa depan dari mobil Esemka karena ada beberapa faktor teknis maupun non teknis yang akan menjadi tantangan. Namun demikian ada beberapa hal yang dapat kita petik dari perkembangan perusahaan tersebut mulai dari sosok pendirinya yaitu bahwa beliau memainkan peran sebagai pemimpin dan bukan pengelola, selalu mencari akses informasi, memberikan inspirasi dibandingkan perintah dan mengawasi, meminimalkan birokrasi, menggali ide dan potensi dari seluruh karyawan yang mayoritas adalah lulusan dan/atau pelajar SMK, bergerak cepat dan berorientasi kepada aksi/tindakan, serta tentunya melihat atau bahkan lebih tepat dikatakan sebagai menciptakan peluang di pasar yang sudah demikian sesak dengan produk-produk dengan merek-merek yang sudah sangat mapan di pasar.
Setiap perusahaan yang ingin berhasil dan bertahan dalam persaingan yang semakin tajam di pasar perlu menyadari bahwa ukuran utama dari sukses adalah kepuasan pelanggan dan tentunya nilai bagi para pemegang saham. Dengan fokus kepada produktivitas, berpikir dan bertindak berdasarkan urgensi dan bekerja secara team saja saat ini tidaklah memadai dalam persaingan yang semakin ketat di pasar. Diperlukan sebuah visi strategik untuk dapat meraih kesuksesan.
Apakah diperlukan perubahan dramatis dalam menyikapi perubahan dalam pasar? Atau hanya dengan menata ulang proses-proses yang ada? Apabila perusahaan sudah menjadi besar, seringkali yang menjadi persoalan adalah kelebihan beban karena struktur organisasi dan/atau pertumbuhan bisnis tidak cukup pesat, yang sering kali diakibatkan oleh kurangnya inovasi dalam produk maupun layanan baru. Ungkapan dari Lou Gerstner yaitu “who says elephants can’t dance?” bisa menjadi sebuah titik balik dari penurunan kinerja perusahaan besar dan sudah berkiprah begitu lama di pasar. Dan hanya ada satu cara memulainya adalah dengan memahami peta persaingan dan melihat atau bahkan menciptakan peluang di pasar.
Namun banyak perusahaan yang sudah mapan terperangkap dalam pemikiran, budaya dan perilaku yang sudah kurang sesuai dengan perkembangan zaman. Sebagai akibatnya perusahaan menjadi terseok-seok menghadapi pemain-pemain baru yang relatif lebih dinamis dalam mengembangkan usaha mereka. Untuk menghadapi persaingan di pasar, terutama perusahaan keluarga sering mengalami tantangan dalam upaya mereka mengkolaborasikan manajemen profesional dengan budaya perusahaan yang sudah terbentuk sejak perusahaan didirikan.
Budaya perusahaan tidak dapat dipungkiri merupakan suatu kekuatan yang dapat mendorong produktivitas dan profitabilitas perusahaan, namun pada saat yang bersamaan juga dapat menjadi halangan atau bahkan penyebab menurunnya kinerja perusahaan. Budaya perusahaan tidak bisa dilihat tapi bisa dirasakan dan secara fundamental akan menentukan kinerja dan eksistensi perusahaan. Manifestasinya beragam mulai dari cara pandang, atmosfir kerja, sistem, interaksi antar individu dan/atau kelompok, hubungan antara atasan dengan bawahan hingga pola pembuatan keputusan. Budaya perusahaan juga akan menentukan apakah komunikasi dilakukan terbuka atau tertutup. Budaya perusahaan selain terbentuk melalui suatu rentang waktu juga akan sangat tergantung pada tatanan nilai-nilai yang dipergunakan dalam penentuan visi dan misi perusahaan.
Manajemen yang berbasiskan kompetensi tentu sangat diperlukan dalam menghadapi perkembangan pasar dan memungkinkan apa yang diyakini oleh Lou Gerstner ketika membenahi IBM yang ketika itu memang memiliki julukan si Raksasa Biru. Pemahaman tidak saja pada core values tetapi juga pada core purposes perusahaan menjadi sangat penting.
Kita belum bisa memastikan masa depan dari mobil Esemka karena ada beberapa faktor teknis maupun non teknis yang akan menjadi tantangan. Namun demikian ada beberapa hal yang dapat kita petik dari perkembangan perusahaan tersebut mulai dari sosok pendirinya yaitu bahwa beliau memainkan peran sebagai pemimpin dan bukan pengelola, selalu mencari akses informasi, memberikan inspirasi dibandingkan perintah dan mengawasi, meminimalkan birokrasi, menggali ide dan potensi dari seluruh karyawan yang mayoritas adalah lulusan dan/atau pelajar SMK, bergerak cepat dan berorientasi kepada aksi/tindakan, serta tentunya melihat atau bahkan lebih tepat dikatakan sebagai menciptakan peluang di pasar yang sudah demikian sesak dengan produk-produk dengan merek-merek yang sudah sangat mapan di pasar.
Jadi apa hubungannya budaya
perusahaan dengan peluang di pasar? Dengan membentuk keyakinan dasar bahwa kita
berupaya mencapai yang terbaik dalam melakukan segala kegiatan, memberikan
kualitas pelayanan pelanggan yang superior, respek pada setiap individu,
menurut Lou Gerstner “budaya bukan hanya salah satu aspek dari kesuksesan
perusahaan. Budaya adalah kesuksesan itu sendiri”.
Mungkin perusahaan kita sudah termasuk dalam kelompok yang terbesar namun untuk dapat terus mempertahankan posisi atau bahkan lebih berkembang lagi, akan tetap harus mengacu kepada pemikiran seperti di awal pendirian setiap perusahaan yang berhasil yaitu berpikir besar, kemudian segera mulai dengan langkah-langkah kecil, namun dengan bergegas untuk mendapatkan peluang di pasar.
Mungkin perusahaan kita sudah termasuk dalam kelompok yang terbesar namun untuk dapat terus mempertahankan posisi atau bahkan lebih berkembang lagi, akan tetap harus mengacu kepada pemikiran seperti di awal pendirian setiap perusahaan yang berhasil yaitu berpikir besar, kemudian segera mulai dengan langkah-langkah kecil, namun dengan bergegas untuk mendapatkan peluang di pasar.
2 comments:
wah artikelnya bagus sekali pak... membumi dan updated.
terus berkarya ya pak..
Terima kasih atas masukannya dan semoga juga bisa bermanfaat buat para pembaca, ibu Asri.
Post a Comment