Pada
suatu siang sekitar pukul 13 saya mengunjungi sebuah proyek pembangunan
apartemen. Dari pos penerima tamu saya memperhatikan dua puluhan pekerja yang
sedang mengerjakan pemasangan pelat baja ringan untuk sebagian lantai basement.
Nampak
peluh bercucuran di seluruh bagian tubuh mereka karena sinar matahari yang memang
terik. Ditambah lagi dengan pantulan sinar matahari pada bentangan pelat baja
ringan di area pijakan mereka bekerja sehingga mereka benar2 seperti berada di
atas lembaran pelat baja yang dipanaskan.
Melalui
jendela saya masih dapat sesekali memperhatikan para pekerja tersebut ketika sudah
berada dalam kantor proyek yang walaupun terbuat dari bahan baja ringan yang
sama namun dilengkapi dengan lapisan pelindung penangkal panas di bagian atap
dan dinding serta adanya pengatur suhu udara sehingga suasana di dalamnya
hampir mirip dengan kantor pada umumnya. Sekitar 2 jam kemudian ternyata cuaca
mendadak berubah turun hujan lebat. Dari jendela saya dapat melihat ada
beberapa dari para pekerja tersebut sempat basah kuyup. Ada perasaan kasihan terhadap mereka.
Saya
sempat dalam hati bertanya kepada diri sendiri, apakah mereka masih memiliki waktu untuk
memikirkan tentang mencari kebahagiaan dalam tekanan
kehidupan pekerjaan mereka yang demikian keras ?
Selesai
rapat dengan pihak proyek, saya kembali menuju pos penerima tamu untuk
mengembalikan helmet dan tanda pengenal tamu. Ketika saya melintas di depan barak
pekerja yang berada di belakang pos tersebut, saya memperkirakan bahwa pasti banyak di
antara mereka yang sedang berkeluh kesah tentang cuaca yang tidak bersahabat hari itu. Tetapi kemudian yang saya lihat adalah wajah2
yang walaupun memang terlihat lelah namun mereka ternyata sedang duduk bercengkerama dan
tertawa bersama mengenai banyak hal2 lain, termasuk bagaimana mereka mampu
menyelesaikan kesulitan2 dan tantangan2 dalam pekerjaan
mereka. Sama sekali mereka tidak membicarakan atau mengeluhkan tentang panasnya
udara atau hujan yang turun tiba2.
Juga tidak nampak mereka tidak bahagia dengan nasib mereka. Saya jadi teringat pada sebuah kalimat bijak yang mengatakan
bahwa adalah
keliru
untuk menilai kebahagiaan orang lain dari sudut pandang dan keberadaan diri kita.
Saya teringat bagaimana banyak orang2 yang mendapatkan kesempatan bekerja
dalam kantor yang nyaman jauh dari gangguan cuaca justeru lebih sering mengeluhkan
tentang banyak hal. Misalnya ketika terjadi gangguan listrik padam, banyak yang mengeluhkan panasnya udara
karena pengatur suhu ruangan tidak dapat berfungsi. Atau bila terjadi hujan yang mendadak, banyak orang mengeluhkan keadaan tersebut hanya karena tidak
dapat pergi keluar untuk makan siang atau karena terpaksa mesti melalui jalan2
yang tergenang air.
Kita seharusnya dapat mengisi kehidupan dengan berbagai hal yang
bermanfaat bagi diri kita sendiri dan orang2 lain.
Kebahagiaan tidak secara otomatis
tercipta karena kepemilikan materi yang banyak dari bisnis yang
maju pesat dan/atau pekerjaan yang memberikan kebanggaan karena posisi yang tinggi atau dari mendapatkan
keberuntungan, tetapi kebahagiaan bermula dari pikiran yang positif dan optimisme serta keberanian untuk menghadapi dan
mengatasi berbagai tantangan yang terkadang menghadang dengan tidak terduga.
Kebahagiaan bermula dari dalam hati kita, dari menjalani kehidupan yang seimbang. Seperti yang dikatakan Einstein bahwa hidup itu seumpama mengendarai sebuah sepeda dan anda harus terus mengayuh pedalnya agar sepeda dapat
terus berjalan dengan seimbang.