Tuesday, October 15, 2013

I P K







Seorang teman dari Singapore mengajak saya dan beberapa teman lainnya mengunjungi Tzu Chi center pada hari minggu 13 Oktober 2013. Begitu banyak kalimat bijaksana yang bisa kita simak di berbagai ruangan dalam bangunan sangat megah tersebut. Saya coba merangkumkan berbagai pesan tersebut dan kesimpulannya adalah bahwa kita harus terus berusaha menjaga hati dengan baik. Dengan perkataan lain, kita harus memiliki integritas.

Sehari sebelumnya di Balai kota DKI, dalam peringatan hari tongkat putih sedunia atau White Cane Day, wakil Gubernur DKI yaitu Basuki Tjahaja Purnama atau yang lebih dikenal dengan panggilan AHok, dalam sambutannya mengatakan bahwa kita perlu memiliki kepedulian untuk memperhatikan dan membantu masyarakat yang membutuhkan uluran tangan kita. Peduli pada sesama manusia dan peduli pada alam serta segala isinya.
 
Sedangkan dalam keseharian sebagai konsultan, pengajar, dan bahkan sebagai relawan, saya seringkali mendengar keluhan dari banyak pihak atau bahkan menemukan kurang memadainya kompetensi atau kemampuan orang-orang.  Di satu sisi, para pemilik dan pimpinan perusahaan mengeluhkan tentang kurangnya kompetensi para pekerja dalam melaksanakan tugas mereka.  Di sisi lain, para pekerja sebagai bawahan mengeluhkan tentang kurangnya kompetensi manajerial dan kompetensi kepemimpinan dari para pimpinan mereka atau pemilik perusahaan dimana mereka bekerja.

Sesungguhnya ketika kita menempatkan integritas di atas segala hal, rasa peduli pada sesama manusia dan alam akan muncul dan tumbuh berkembang karena sikap mementingkan diri sendiri tidak akan tumbuh pada orang-orang yang memiliki integritas.
 
Namun demikian, integritas dan rasa peduli perlu dilengkapi adanya kompetensi.  Integritas, niat baik dan rasa peduli tanpa adanya kompetensi dapat diumpamakan memiliki anak-anak panah yang bagus tetapi tidak memiliki busur. Demikian pula sebaliknya, berbagai keterampilan yang membentuk kompetensi diri akan hanya seperti layaknya memiliki busur tanpa memiliki anak-anak panah yang lurus dan bagus, apabila kita kurang memiliki integritas dan rasa peduli.

Untuk mendapatkan berbagai kompetensi yang diperlukan dalam kehidupan, kita bisa mempelajari berbagai keterampilan.  Kita bisa memiliki kompetensi dalam waktu relatif singkat, namun akan diperlukan waktu panjang untuk sungguh dapat menjadi pribadi yang memiliki integritas dan rasa peduli yang memang seharusnya merupakan awal dari kepemilikan berbagai kompetensi untuk berbuat baik dan benar.  Tanpa memiliki integritas dan rasa peduli, seseorang yang memiliki kompetensi tinggi justeru dapat melakukan hal-hal yang bertentangan dengan prinsip-prinsip kemanusiaan yang berlaku universal dan bahkan melakukan perbuatan-perbuatan melanggar hukum.

Banyak karya nyata kemanusiaan yang berguna yang sudah dan sedang terus dilakukan oleh para relawan dari berbagai organisasi seperti Lions Clubs International, Tzu Chi, dan banyak organisasi sosial lainnya.  Juga langkah-langkah yang sudah dan sedang dilakukan oleh duet Gubernur dan Wakil Gubernur DKI yaitu Joko Widodo atau lebih sering disebut Jokowi dan Basuki Tjahaja Purnama yang lebih sering disebut AHok beserta para pejabat pelaksana dan mungkin juga oleh banyak orang lain yang tidak terekam oleh media. Semua hal yang mereka mulai lakukan tersebut berawal dari integritas dan rasa peduli yang dinyatakan dalam aksi nyata yang memang perlu didukung oleh berbagai kompetensi dalam pelaksanaan.
 
Oleh karena itu saya sangat sependapat dengan yang dikatakan oleh seorang sahabat saya bahwa “bukti nyata dari integritas dan rasa peduli adalah segala perbuatan yang kita lakukan dalam hidup kita dan bukan hanya sekedar kata-kata yang diucapkan.

Thursday, October 10, 2013

KOQ?




Sebuah artikel dalam Harvard Business Review edisi Juni 2009 ada menyebutkan bahwa mayoritas orang lebih percaya kepada seorang yang masih asing bagi mereka dibandingkan kepada atasan mereka.

Mengejutkan karena secara logika bukankah seharusnya kita lebih percaya kepada orang-orang yang sudah kita kenal?  Jadi bagaimana mungkin situasi demikian bisa terjadi?

Salah satu rangkuman dari sebuah survei yang dilakukan tahun 2012 terhadap 1,000 orang pekerja menyebutkan 65% dari responden mengatakan bahwa mereka memilih bisa memiliki atasan yang lebih baik dibandingkan mendapatkan kenaikan gaji.  

Studi yang dilakukan pada 1995, 2000, 2005 dan 2010 oleh McKinsey menunjukkan bahwa efektivitas  perubahan ternyata hanya sebesar 30%. Apakah rasa tidak percaya kepada atasan tersebut yang telah mengakibatkan kenyataan bahwa  70% dari upaya-upaya yang dilakukan oleh para pemimpin untuk melakukan perubahan ternyata tidak efektif dan gagal mencapai sasaran-sasaran yang diharapkan?

Padahal dapat dipastikan sudah ada tidak kurang dari puluhan ribu judul buku tentang kepemimpinan sudah pernah ditulis dan mungkin sudah milyaran dollar dana yang diinvestasikan perusahaan-perusahaan untuk berbagai program-program kepemimpinan.

Kenyataan lain yang mungkin sudah sering kita dengar dari banyak sekali orang-orang yaitu mengenai apa yang sering dikatakan bahwa orang-orang dengan kemampuan dan potensi tinggi yang memiliki ekspektasi untuk dapat bergabung dengan sebuah perusahaan yang bagus menurut pendapat umum tetapi kemudian setelah bekerja berapa saat kemudian mereka mengundurkan diri sebenarnya adalah karena meninggalkan atasan mereka dibandingkan karena alasan meninggalkan perusahaan.

Pagi ini saya mendapat beberapa pertanyaan dari seseorang yang sudah bekerja selama 19 tahun pada sebuah perusahaan skala besar dalam industrinya, namun dia berencana untuk bergabung dengan perusahaan lain dan salah satu pertanyaannya adalah apakah dia perlu menyampaikan alasan sesungguhnya mengapa dia memutuskan untuk mengundurkan diri.

Dalam kenyataannya, mayoritas orang-orang yang mengundurkan diri akan memilih untuk tidak mengatakan alasan sebenarnya pengunduran diri mereka kepada atasan mereka. 

Bagi kita yang sudah menjadi pemimpin atau akan menjadi pemimpin, mudah-mudahan artikel ini bisa menjadi sebuah renungan untuk mencoba memahami dan mengatasi faktor-faktor yang telah menyebabkan krisis kepercayaan kepada para pemimpin.

Sunday, October 6, 2013

MENGAPA PARA PEMIMPIN SANGAT PENTING?




Hari Sabtu kemarin salah seorang dari sahabat-sahabat terbaik saya mengadakan sebuah permainan dengan melibatkan para karyawan-karyawati di kantornya.

Setiap orang diminta untuk mencoba menirukan perilaku sehari-hari dari rekan sekantor mereka. Tujuan dari permainan tersebut adalah agar seorang dapat menjadi seperti cermin bagi rekan yang lain. Yang menarik adalah bahwa diantara para karyawan tersebut ada salah seorang dari mereka yang berani memilih untuk menirukan perilaku sehari-hari dari atasan tertinggi di kantor tersebut yang tidak lain adalah sahabat saya tersebut.  :-D

Terjadi perubahan-perubahan yang sangat cepat dalam dunia bisnis maupun sosial kemasyarakatan sehingga para pemimpin setiap saat selalu dihadapkan pada banyak tantangan dan situasi sulit. Namun demikian setiap pemimpin dalam waktu yang sangat terbatas tetap diharapkan dengan cepat dapat membuat keputusan-keputusan tepat yang diperlukan.

Keputusan yang dibuat dan terutama sikap yang ditampilkan oleh seorang pemimpin dalam situasi sulit atau krisis akan merupakan indikator yang lebih tepat untuk mengukur kadar kepemimpinan orang tersebut.

Sikap anda sebagai seorang pemimpin tentu akan sangat menentukan suasana yang akan secara langsung mempengaruhi sikap dari orang-orang yang anda pimpin dalam melaksanakan tugas-tugas mereka.

Menurut sebuah studi yang dilakukan baru-baru ini, didapatkan fakta bahwa hampir 65% dari responden lebih memilih untuk mendapatkan atasan yang lebih baik dibandingkan mendapatkan kenaikan gaji.

Apakah kita adalah para pemimpin yang membangkitkan semangat atau justeru sebaliknya bahkan menjatuhkan mental orang-orang?

Apakah kita menjadi pemimpin dimana orang-orang berani untuk menjadi cermin bagi perilaku kita sehari-hari?